Komnas Perempuan: Putusan MK Mempertegas Pentingnya Aturan Khusus Pekerja Rumahan
Terbaru

Komnas Perempuan: Putusan MK Mempertegas Pentingnya Aturan Khusus Pekerja Rumahan

Ada 4 rekomendasi. Seperti mendorong pemerintah daerah membuat regulasi kebijakan khusus tentang pekerja rumahan melalui Perda hingga mendukung masyarakat sipil dan lembaga-lembaga yang fokus dengan isu pekerja rumahan dalam mengawal penyusunan peraturan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Foto: Istimewa
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Foto: Istimewa

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 1 angka 15 dan Pasal 50 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan 5 orang pekerja rumahan, Muhayati dkk. Putusan No.75/PUU-XX/2022, intinya menolak permohonan untuk seluruhnya. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut antara lain pekerja rumahan harus diperhatikan pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk segera membuat aturan yang bersifat khusus atau spesifik bagi pekerja rumahan.

“Sehingga hak para pekerja rumahan dapat diatur di dalamnya,”  demikian mengutip sebagian pertimbangan putusan MK 75/PUU-XX/2022.

Dalam pertimbangan putusan, MK menyebut aturan khusus untuk pekerja rumahan itu dapat diwujudkan melalui kewenangan mengatur oleh Menteri bidang Ketenagakerjaan atau melalui peraturan daerah (Perda). Diharapkan hak-hak pekerja rumahan terlindungi secara baik dan kesejahteraan pekerja rumahan dapat terjaga sesuai kondisi masing-masing daerah.   Pengaturan demikian, disebabkan pekerja rumahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerja formil.

Putusan MK tersebut menuai respon positif dari  Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Andy Yentriyani. Lembaga yang dipimpinnya mendukung penuh putusan MK tersebut. Putusan yang dibacakan, Selasa (31/01/2023) pekan lalu menegaskan negara perlu membuat kebijakan khusus dalam memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap pekerja rumahan.

Termasuk mencegah praktik diskriminasi, pelanggaran hak pekerja, dan kekerasan berbasis gender terhadap pekerja rumahan.  Kendati lembaga pengawal konstitusi itu menolak permohonan pemohon, Andy menyebut MK menjelaskan perlindungan terhadap pekerja rumahan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Seperti UU  No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, PP No.31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, PP No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan PP No.76 Tahun 2015 dan lainnya.

“Melalui putusan itu MK mempertegas pentingnya kebijakan khusus bagi pekerja rumahan yang dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat melalui kementrian terkait serta pemerintah daerah guna memenuhi amanat konstitusi dalam pemenuhan hak warga negara dan hak pekerja di Indonesia,” ujarnya dikonfirmasi, Senin (06/02/2023).

Tags:

Berita Terkait