Konfederasi Serikat Pekerja Apresiasi Putusan MK Soal UU Cipta Kerja
Terbaru

Konfederasi Serikat Pekerja Apresiasi Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

MK dinilai telah memberi gambaran kepada publik mengenai proses penyusunan UU Cipta Kerja yang terkesan terburu-buru, sebagaimana yang telah menjadi perhatian dan catatan dari Serikat Pekerja atau serikat buruh.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Unjuk rasa buruh menolak UU Cipta Kerja. Foto: RES
Unjuk rasa buruh menolak UU Cipta Kerja. Foto: RES

Anggota Tim Hukum Buruh Menggugat dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani (KSPSI AGN), Afif Johan, mengapresiasi putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

“Kami memberikan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi yang telah berani menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat atau conditionally unconstitutional,” kata dia dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Jumat (26/11).

Ia berpandangan bahwa MK telah memberi gambaran kepada publik mengenai proses penyusunan UU Cipta Kerja yang terkesan terburu-buru, sebagaimana yang telah menjadi perhatian dan catatan dari Serikat Pekerja atau serikat buruh.

Meskipun memberi apresiasi, menurut dia, UU Cipta Kerja seharusnya dapat dibatalkan secara keseluruhan. “Dalam putusan MK, sangat jelas proses pembuatan UU Cipta Kerja cacat formil, bahkan terungkap dalam persidangan terdapat tujuh perubahan pasal yang substantif, dan lebih parah lagi, ada satu yang salah mengambil rujukan,” ucap dia.

Dengan ada putusan MK mengenai UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat, tutur ia melanjutkan, sebaiknya pemerintah memberi teladan yang baik, khususnya terkait dengan etika hukum atau moralitas hukum, melalui penangguhan pelaksanaan seluruh peraturan turunan dari UU Cipta Kerja.

“Apalagi yang sedang ramai dan membuat resah kaum pekerja atau buruh, yaitu Perpres 36/2021 tentang Pengupahan,” ujarnya. (Baca: MK Putuskan UU Cipta Kerja Cacat Formil, Begini Respons Pemerintah)

Peraturan Presiden Nomor 36/2021, menurut dia, tidak perlu menjadi acuan untuk menetapkan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di seluruh Indonesia setelah MK memerintahkan untuk menangguhkan segala kebijakan atau tindakan yang bersifat strategis dan berdampak luas akibat UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat.

Terlebih, November merupakan waktu-waktu yang krusial dalam penetapan UMK di Indonesia. “Biarkan para gubernur di masing-masing daerah menetapkan Upah Minimum sesuai kebutuhan hidup layak di daerahnya,” kata dia.

Pada sisi lain, sikap pemerintah soal putusan Mahkamah Konstitusional tentang ini adalah menghormati dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi itu.

Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis (15/11).

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.),  undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Pemerintah pun merespon putusan tersebut. Dalam konferensi pers secara daring, Kamis (25/11), Menteri Koordinator Perekonomian (Menko) Airlangga Hartanto manyampaikan bahwa pemerintah menghormati dan mematuhi putusan MK. Dia juga menegaskan bahwa pemerintah akan melaksanakan UU Ciptaker dengan sebaik-baiknya sesuai dengan putusan MK.

“Setelah mengikuti sidang MK, pemerintah menghormati dan mematuhi putusan MK serta akan melaksananan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan putusan MK yang dimaksud,” kata Airlangga.

Kemudian Airlangga menyebut bahwa aturan perundang-undangan terkait UU Ciptaker yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Ciptaker tetap berlaku pasca putusan MK. Hal tersebut merujuk pada putusan MK yang menyatakan bahwa UU Ciptaker masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dilakukan perbaikan pembentukannya sampai dengan tenggang waktu yang diberikan oleh MK yaitu paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan, dan pemerintah tidak dapat menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Ciptaker.

“Selanjutnya pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan UU Ciptaker dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan MK lainnya sebagaimana dimaksud dalam putusan MK tersebut,” tutup Airlangga.

Tags:

Berita Terkait