Konsekuensi Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Tanpa Perjanjian Perkawinan
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Konsekuensi Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Tanpa Perjanjian Perkawinan

​​​​​​​Dalam situasi tertentu, pengadilan bisa memutuskan untuk memberikan bagian harta bersama lebih besar kepada istri ketimbang suami.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit

Akan tetapi Nur Jihad mengingatkan bahwa ketentuan pembagian harta bersama sebagaimana telah diurai di atas, bukanlah aturan yang bersifat mutlak. Suami istri yang karena suatu alasan memutuskan untuk bercerai, dapat juga melakukan urusan penyelesaian pembagian harta bersama dengan musyawarah atau perdamaian (al-shulh). Sebab bagaimanapun keduanya, pernah saling mencintai, mengasihi, dan menghormati satu sama lain sebagai suami istri.

Porsi Istri Lebih Besar

Pada dasarnya kewajiban menafkahi adalah bagian dari kewajiban suami. Nafkah lahir tersebut bisa berupa makanan, pakaian dan juga tempat tinggal.  Nafkah berasal dari bahasa arab (an-nafaqah) yang artinya pengeluaran. Yakni Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Sementara dalam Al-Quran kewajiban nafkah ini telah dijelaskan Allah SWT. dalam surat Al Baqarah ayat 233 dan Surat At-Thalaaq ayat 6. QS Al-Baqarah ayat 233 berbunyi: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” Dan QS Ath-Thalaaq ayat 6 berbunyi: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…”

QS Al-Baqarah ayat 233 dan QS Ath-Thalaaq ayat 6 menunjukkan kewajiban nafkah berada di pihak suami. Namun dalam menjalani hubungan rumah tangga, tak jarang istri juga turut bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Bahkan banyak pula ditemukan posisi yang berkebalikan dimana istri seakan bertindak sebagai kepala rumah tangga, bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga, sementara suami tidak bekerja. Dalam kasus lain ada juga suami yang tidak memberikan nafkah lahir kepada istri dengan alasan istri bekerja dan memiliki uang sendiri.

Bagaimana jika terjadi perceraian dalam situasi seperti ini? Bagaimana pembagian harta gono gini jika ternyata istri menjalankan kewajiban suami, atau uang istri lebih besar dari suami?

Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) No. 78 K/AG/1999, MA memutuskan untuk membagi dua harta antara suami dan istri sesuai ketentuan UU Perkawinan. Salah satu sebab perceraian adalah suami tak bekerja. Dalam perkara ini, MA memutuskan harta bersama dibagi rata, masing-masing seperdua. Anda bisa cek juga putusan MA No. 424 K/Sip/1959.

Dalam artikel klinik Hukumonline “Jika Penghasilan Istri Lebih Besar Daripada Suami’ yang ditulis oleh M. Yasin, pada dasarnya hukum memberikan kebebasan bersama (persetujuan bersama) kepada kedua belah pihak untuk melakukan tindakan terhadap harta bersama. Berdasarkan Pasal 37 UU Perkawinan, jika terjadi perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Jadi, UU Perkawinan memberikan kebebasan untuk mengatur pembagian harta bersama berdasarkan hukum agama, hukum adat, atau hukum lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait