Konsekuensi Mendahulukan Perkara Obctruction of Justice Ketimbang Pembunuhan Berencana
Terbaru

Konsekuensi Mendahulukan Perkara Obctruction of Justice Ketimbang Pembunuhan Berencana

Dapat terhindar dari hukuman maksimal dalam kasus pembunuhan berencana. Kejaksaan berharap penetapan tersangka Ferdy Sambo pada dua perkara dalam satu peristiwa dapat disidangkan dalam satu berkas.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Perkara hukum yang dialami mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice memang menarik perhatian publik. Tak hanya teka-teki dalam menerka penyelidikan dan penyidikan secara dari awal, tapi pula soal mendahulukan menyidangkan perkara obstruction of justice ketimbang pembunuhan berencana bakal terdapat konsekuensi terhadap hukuman.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai sudut pandang penyidik dan jaksa semestinya melihat perbuatan dan fakta hukum diartikan sebagai satu perilaku yang diarahkan pada satu tujuan. Yakni adanya perbarengan ide, persamaan sifat, dan perbuatan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo.

Sebab, kata Azmi, karakteristik perbuatan mesti dijadikan sebagai hal memberatkan pidananya. Karenanya, mesti diadili terlebih dahulu perbuatan yang ancaman pidananya tertinggi. Yakni dalam perkara pembunuhan berencana.  Sementara, bila perkara obstruction of justice yang didahulukan persidangannya di pengadilan, boleh jadi tujuan agar Ferdy Sambo dapat diganjar pidana maksimal menjadi tidak terwujud. Sebab, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana tidak lagi dapat diganjar dengan hukuman maksimal

“Karena pada pengadilan sebelumnya dalam hal ini perkara obstruction of justice yang lebih dulu diajukan sudah ada pemidanaan, sehingga bisa saja nantinya Ferdy Sambo terhindar dari pidana mati dan seumur hidup,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (19/9/2022).

Azmi berpandangan bila kondisi tersebut terjadi, boleh jadi menjadi upaya menghindari pidana maksimum. Hal ini sebagai bentuk penyelundupan hukum. Sebab, langkah tersebut tidak berdasarkan asas due process of law. Dengan begitu, bila terdapat proses peradilan yang berjalan tidak berdasarkan hukum yang berlaku menjadi batal demi hukum. Bahkan baginya, patut diduga adanya alasan tersembunyi dalam kasus tersebut.

Misalnya, kata Azmi, seperti adanya ‘kekuatan tangan’ yang tak terlihat alias invisible hand. Sebab, bila perkara yang dialami Sambo, boleh jadi bakal membongkar fakta yang jauh lebih besar. Bahkan pihak-pihak yang ditengarai mendapatkan manfaat dari kinerjanya selama ini. Malahan boleh jadi adanya peristiwa melibatkan pihak lain yang berfungsi sebagia pengendali.

“Apalagi diketahui secara kasus ini sejak awal bermuatan rekayasa kasus, bersifat impersonal dan pelakunya massal yang ditandai dengan ada juga penyimpangan perilaku organ personil organisasi. Dimana penegak hukum malah menjadi pelanggar hukum tentunya akan ada hambatan, ditemukan tingkat kesulitan tinggi (delicacy), karenanya tidak mudah melakukan tindakan bersih- bersih secara tuntas” katanya.

Tags:

Berita Terkait