Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan salah satu mekanisme yang dapat ditempuh oleh suatu perusahaan atau debitur untuk lolos dari penetapan pailit. Pailit adalah status yang tidak mengenakkan bagi seorang pebisnis karena status ini tak hanya berimbas saat dinyatakan pailit tetapi juga di kemudian hari. Maka, ketika ada kesempatan PKPU, debitur akan memilihnya. Jika perlu, diajukan lebih dari satu kali.
Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan), debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Gagasan mengajukan PKPU juga bisa datang dari kreditur.
Pertanyaannya, dapatkah PKPU diajukan lebih dari satu kali? Apakah dalam konteks ini dikenal nebis in idem? Jawabannya: tidak ada istilah nebis in idem dalam perkara PKPU. Jawaban sederhana ini diperoleh jika melihat praktik banyak ada perusahaan yang sudah mengajukan PKPU lebih dari satu kali di Pengadilan Niaga.
Jika ditelusuri lebih lanjut ke kebijakan yang pernah diterbitkan, nebis in idem sebenarnya tidak bisa diterapkan sembarangan. Mahkamah Agung (MA) melalui SEMA No. 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan dengan Asas Nebis in Idem, memperingatkan agar lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Tata Usaha Negara betul-betul memperhatikan penerapan asas nebis in idem dengan baik.