Konsistensi Prof Maria Sumardjono Terkait Kebijakan Agraria
Perempuan dan Pendidikan Hukum

Konsistensi Prof Maria Sumardjono Terkait Kebijakan Agraria

Dibutuhkan keteguhan hati dan keberanian sikap (pembentuk UU/kebijakan) untuk mengakui, menghormati, dan melindungi tanah hak serta pemegang haknya yang dijamin UUD Tahun 1945 dan UU PA.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Dalam beberapa putusan itu, MK berketetapan, yang dimaksud dengan hak menguasai negara mencakup lima pengertian. Negara merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelen daad), melakukan pengurusan (bestuurdaad), melakukan pengelolaan (beheer daad) dan melakukan pengawasan (toezicht houden daad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

 

Pemerintahan saat ini, kata dia, tengah gencar-gencarnya berupaya meningkatkan investasi dengan memberi beragam kemudahan (insentif). Namun, Maria mempertanyakan apakah beragam kemudahan bagi calon investor itu diimbangi dengan pemberian keadilan bagi masyarakat? Keadilan yang dimaksud merujuk pada Pasal 33 ayat (3) yang dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 6 UU PA yang menitikberatkan pada fungsi sosial dan keadilan sosial dimana hak dan kewajiban warga negara dan negara diatur secara proporsional.  

 

Maria mengutip pandangan Frans Magnis Suseno dalam pidatonya, “Negara tidak boleh sekedar netral terhadap semua golongan, melainkan harus berpihak pada mereka yang paling lemah dan membutuhkan bantuan. Berpihak, dalam arti negara mengambil tindakan-tindakan khusus untuk menjamin kesejahteraan dasar bagi mereka. Ketentuan ini bukan hanya tuntutan kesetiakawanan seluruh masyarakat, melainkan tuntutan keadilan.” (Magnis-Suseno, 1994).     

 

“Derasnya arus investasi akan memacu peningkatan konflik berbagai pihak (perseorangan, masyarakat hukum adat, swasta/investor, pemerintah) yang memiliki posisi tawar yang berbeda karena perbedaan akses modal dan akses politik,” tutur Maria dalam pidatonya.

 

Lalu bagaimana hukum (kebijakan agraria) dapat mencegah konflik itu? Menurut Maria dibutuhkan keteguhan hati dan keberanian sikap (pembentuk UU/kebijakan, red) untuk mengakui, menghormati, dan melindungi tanah hak serta pemegang haknya yang dijamin UUD Tahun 1945 dan UU PA. Negara yang berwenang merumuskan peraturan perundang-undangan bidang pertanahan harus netral sekaligus berpihak pada yang lemah (secara ekonomi, red).

 

“Negara wajib mengawasi pelaksanaan peraturan itu. Jika terjadi konflik (sengketa pertanahan, red), negara harus menjadi wasit yang adil. Ketika negara menjadi pelaku, ia harus tunduk pada peraturan yang dibuatnya sendiri.”

Tags:

Berita Terkait