Konsumen Perlu Tahu! Ini 6 Jenis Biaya di Balik Pembelian Rumah
Berita

Konsumen Perlu Tahu! Ini 6 Jenis Biaya di Balik Pembelian Rumah

Keenam jenis biaya itu adalah booking fee, biaya akta notaris, biaya cek sertifikat, biaya balik nama, bea dan pajak, asuransi.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Banyak cara yang bisa dilakukan orang untuk memiliki properti, seperti rumah. Selain bekerja keras, jalan lain adalah menabung. Namun, ketika uang sudah dirasa cukup terkumpul dan keinginan untuk membeli rumah sudah bulat, ternyata ada hal lain yang perlu diperhatikan dan ini termasuk dalam komponen pengeluaran atau biaya. Lantas, apa saja biaya-biaya yang perlu disiapkan tersebut?    

Mengutip laman sikapiuangmu.ojk.go.id, setidaknya ada enam biaya-biaya lain di balik pembelian rumah yang perlu diketahui: 

1 - Booking fee

Biaya ini adalah biaya pertama yang akan dikeluarkan saat awal tertarik dengan rumah tertentu yang memang cocok dengan budget dan impian konsumen, khususnya jika membeli rumah melalui developer. Saat menemukan rumah yang cocok, konsumen perlu menyiapkan sejumlah dana untuk booking fee. Besaran booking fee ini bisa berbeda-beda sesuai dengan ketentuan dari developer. Perlu dipahami bahwa booking fee bukanlah Down Payment (DP). Meskipun, banyak dari developer akan memotong DP sesuai dengan booking fee yang dibayarkan pada akhirnya.

2 - Biaya Akta Notaris

Saat membeli rumah, konsumen butuh pengesahan atas proses jual beli yang terjadi melalui jasa notaris atau sering disebut sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peran notaris ini menjadi krusial, sebab ia adalah satu-satunya pihak yang berwenang atas keabsahan dari proses jual beli rumah. Biaya notaris ini sangat tergantung pada seberapa banyak dokumen yang harus diurus dan harga yang ditentukan oleh notaris itu sendiri.

3 - Biaya Cek Sertifikat

Salah satu biaya yang terlihat sepele, namun tidak boleh dilupakan yaitu biaya cek sertifikat. Biaya cek sertifikat penting seandainya rumah yang mau dibeli ternyata berdiri di atas tanah sengketa, baik dari kasus penyitaan bank maupun sertifikat ganda. Justru jika konsumen mengabaikan proses ini hanya karena kendala biaya, konsumen bisa rugi besar karena berpotensi membeli rumah yang tersangkut kasus sengketa.

Pengecekan sertifikat rumah ini bisa dilakukan di kantor pertanahan setempat dan biayanya bisa berbeda-beda tergantung wilayah. Namun, umumnya berkisar antara Rp50.000 – Rp300.000. Tidak begitu besar, tapi jangan diabaikan. (Baca: Tips Aman Beli Rumah dan Terhindar dari ‘Cengkeraman’ Developer Bodong)

4 - Biaya Balik Nama

Bea Balik Nama (BBN) adalah biaya yang dikenakan kepada pembeli saat proses balik nama Sertifikat Hak Milik dari penjual. Biaya balik nama biasanya dapat diurus oleh developer jika membeli rumah melalui developer ataupun diurus sendiri jika membeli rumah tersebut sendiri. Biaya dari BBN ini bisa berbeda-beda, namun besarannya rata-rata sekitar 2% dari nilai transaksi yang dilakukan. Balik nama ini penting, apalagi bila properti yang dibeli bukan atas nama konsumen.

5 - Bea dan Pajak

Salah satu yang bisa dibilang akan banyak merogoh kocek yaitu pembayaran berbagai macam bea dan/atau pajak. Setidaknya ada 3 (tiga) bea dan/atau pajak yang harus dibayarkan konsumen yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

BPHTB adalah pajak jual beli yang dibebankan kepada pembeli. Besaran dari BPHTB ini adalah 5% (lima persen) dari nilai transaksi dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). NPOPTKP ini besarannya berbeda-beda sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah setempat.

PPN adalah pajak yang dibebankan kepada pembeli untuk primary property (properti baru). Jadi, untuk berencana membeli rumah baru maka konsumen harus memperhitungkan pajak yang satu ini. Besarannya adalah 10% (sepuluh persen) dari harga rumah yang dibeli. Minimal transaksi yang dipungut adalah di atas Rp36 juta.

PPnBM adalah pajak yang dibebankan kepada pembeli yang rumahnya dikategorikan sebagai barang mewah. Rumah yang tergolong barang mewah jika harga jualnya melebihi Rp20 miliar dan Rp10 miliar masing-masing untuk rumah dan/atau town house dari jenis non-strata title serta apartemen kondominium, town house dari jenis strata title, dan/atau sejenisnya. Besaran dari PPnBM ini adalah 20% (dua puluh persen) dari harga jual.

7 - Asuransi

Bagi konsumen yang menggunakan layanan KPR, terdapat biaya-biaya asuransi yang perlu untuk diketahui, salah satunya adalah asuransi jiwa untuk KPR yang memberikan jaminan bantuan jika terjadi hal yang tidak terduga. Asuransi ini berperan untuk meminimalisir risiko, baik terhadap pihak yang melayani KPR dan juga nasabah KPR. Dalam kondisi nasabah KPR meninggal dunia, Tim KPR nantinya akan membantu ahli waris untuk melunasi sisa cicilan KPR. Dengan demikian, asuransi ini akan membantu meringankan beban ahli waris melunasi sisa cicilan.

Selain asuransi jiwa untuk KPR, terdapat pula asuransi properti yang dapat memberikan perlindungan kepada properti. Asuransi ini dapat membantu mengurangi kerugian apabila terjadi kerusakan pada rumah yang diasuransikan. Penyebab kerusakan yang ditanggung bermacam-macam, dalam polis property all risk/ industrial all risk yang disebutkan secara spesifik adalah pengecualiannya atau exclusion. Jadi, dengan kata lain polis property all risk menjamin semua risiko sepanjang risiko tersebut tidak dikecualikan. 

Beberapa contoh risiko-risiko yang terdapat pada pengecualian tersebut antara lain yang disebabkan terorisme, perang, nuklir, dan niat jahat yang disengaja oleh tertanggung atau orang lain yang diketahui tertanggung. Konsumen bisa menambah perluasan jaminan dengan memasukkan beberapa pengecualian tersebut. Namun perlu diingat semakin luas jangkauan jaminannya maka semakin besar preminya.

Namun sebelum membeli rumah, konsumen sebaiknya mencermati dua hal. Pertama, mencermati apakah pengembang sudah mengantongi izin terkait seperti penggunaan lahan, tata ruang, dan IMB. Kedua, mengenai sertifikat induk, karena nantinya sertifikat itu akan dipecah sesuai dengan jumlah pembeli.

“Biasanya, pengembang memberikan nomor sertifikat induk kepada konsumen. Konsumen perlu mengecek sertifikat induk itu apakah sudah tercatat di BPN atau belum. Sertifikat ini rawan diagunkan kepada pihak lain tanpa diketahui pembeli,” ungkap Ketua BPKN Rizal E Halim beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait