Kontradiksi Edhy Prabowo: Kritik Kebijakan Susi Akibatkan Pengangguran, tapi Hidup Mewah
Utama

Kontradiksi Edhy Prabowo: Kritik Kebijakan Susi Akibatkan Pengangguran, tapi Hidup Mewah

Edhy beri jam rolex untuk istrinya, beri uang AS$50 ribu untuk belanja di AS, hingga sewa apartemen untuk 3 sespri perempuan dan berikan mobil.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo. Foto: RES
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo. Foto: RES

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dihadirkan penuntut umum sebagai saksi kasus dugaan suap ekspor benih lobster atau benur dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito. Dalam sidang, Edhy menjelaskan alasan membuka keran budidaya dan ekspor benur yang menyinggung kebijakan menteri KKP sebelumnya yaitu Susi Pujiastuti, namun disisi lain juga terungkap hidup mewah Edhy yang diduga berasal dari hasil korupsi dalam perkara ini.

Edhy yang juga berstatus sebagai terdakwa dalam kasus ini mulanya menjelaskan keinginan untuk membuka keran budidaya dan ekspor benur sudah ada sejak ia duduk di DPR. Saat itu, dia melihat kebijakan Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, banyak membuat masyarakat kehilangan pekerjaan akibat Permen KP No. 56/2016 soal pelarangan benih lobster.

“Pada saat saya Ketua Komisi IV saya sebagai mitra KKP, Ibu Susi. Banyak masukan masyarakat di pesisir selatan Jawa kemudian daerah Lombok, Bali, dan Indonesia Timur, Sulawesi dan mereka merasa kehilangan pekerjaan dengan dilaksanakannya Permen KP No. 56/2016,” kata Edhy secara virtual dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3).

Edhy mengklaim benih lobster merupakan sumber daya alam setiap yang setiap tahun selalu ada fase-fase besar dan kecil tergantung pada musim dan juga menjadi tempat penghidupan masyarakat pesisir di lapangan hidupanya tergantung itu untuk menyekolahkan anak dan kebutuhan lain. Sebab dengan dikeluarkan keputusan menteri soal larangan ekspor, banyak masyarakat kehilangan pekerjaan. (Baca: Kala Tim Due Diligence KKP Minta Rp5 Miliar untuk Edhy Prabowo)

Oleh karena itu ia mengaku pembukaan keran budidaya dan ekspor benur bukan serta merta keinginannya sebagai menteri tetapi dari hasil kajian dari para ahli. Meskipun ia juga mengakui ada penolakan dari para aktivis lingkungan karena dianggap kebijakan membuka keran ekspor benur bisa merusak lingkungan.

Namun disisi lain juga banyak gelombang protes yang terjadi akibat kebijakan Susi yang melarang adanya ekspor benur, bahkan hingga ada laporan pembakaran kantor polisi. “Kalau ada kebijakan yang menghilangkan pekerjaan masyarakat sebelum kebijakan dilaksanakan harus ada solusi. Kebijakan harus ada sosialisasi. Akibatnya ada protes. Ada polsek ya dibakar masyarakat karena penegakan budidaya lobster sudah masif sehingga banyak yang ditangkap waktu itu,” terangnya.

Hidup mewah

Namun alasan Edhy membuka keran benur karena kebijakan Susi selaku menteri KKP ketika itu berakibat banyaknya pengangguran juga patut dipertanyakan. Sebab seperti diketahui bersama ia menjadi tersangka karena diduga menerima suap berkaitan dengan kebijakannya tersebut, selain itu di persidangan juga terungkap hidup mewah Edhy yang diduga berasal dari uang hasil korupsi.

Pertama terkait pemberian jam mewah Rolex untuk istrinya Iis Rosita Dewi di Hawaii, Amerika Serikat. Ia menyebut pemberian jam itu sebagai kado anniversary. “Saya tidak tahu persis pada dasarnya. Tapi Pak Edhy ketika menyerahkan bahwa 'This is anniversary present',” kata Iis yang juga dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Selain itu ia menceritakan soal kegiatan belanja selama kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Iis membeli sejumlah barang seperti jam Rolex hingga baju hangat. Ia mengaku bisa berbelanja karena diberikan uang sebesar AS$50 ribu secara tunai oleh Edhy. “Sehari atau dua hari sebelumnya, tapi sebelum berangkat di rumah Pak Edhy menyerahkan sekitar AS$50 ribu uang tunai kepada saya,” terangnya.

Dari yang tersebut ia membelikan jam Rolex Silver Gold untuk ibunya seharga AS$18 ribu. Selain itu, Iis membeli cinderamata untuk teman-temannya berupa baju hangat (sweater) saat berada di sana dengan harga sekitar AS$300-500. Iis mengaku sempat dibayari belanja oleh Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini atas persetujuan Edhy yang kemudian ia membeli syal seharga AS$2.400.

Terkait jam rolex, benda tersebut merupakan salah satu yang disita oleh penyidik KPK bersama dengan sejumlah barang mewah lain seperti tas LV (Louis Vuitton), tas Hermes, baju Old Navy, jam Jacob n Co, tas koper Tumi dan Tas Koper LV.

Tak hanya itu, Edhy juga memberikan uang belanja perbulan sebesar Rp50 juta. Namun saat penuntut menanyakan darimana Edhy mendapatkan penghasilan selain gaji sebagai menteri, Iis mengaku tidak mengetahuinya termasuk saat ditanya apakah Edhy mempunyai sumberi pengasilan lain, ia mengaku tidak mengetahui hal tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara. Sementara untuk tunjangan menteri juga diatur dalam regulasi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2001. Merujuk aturan tersebut, gaji seorang menteri ditetapkan sebesar Rp5.040.000 per bulan. Sementara untuk tunjangannya yakni sebesar Rp13.608.000 per bulan.

Aturan soal tunjangan untuk menteri ini diatur dalam Pasal 2e Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu. Tunjangan tersebut juga berlaku untuk Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia serta pejabat lain yang kedudukannya atau pengangkatannya setingkat atau disetarakan dengan Menteri Negara. Dengan demikian, jika ditotal antara keduanya, gaji dan tunjangan menteri negara dalam sebulan adalah sebesar Rp18.648.000.

Namun yang perlu diketahui, selain gaji dan tunjangan pokok, menteri juga mendapatkan tunjangan operasional. Tapi, tunjangan operasional hanya bisa dipergunakan untuk membiayai kegiatan menteri dan bukan untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, tunjangan operasional bukan bagian dari komponen take home pay meskipun besaran tunjangan operasional bahkan jauh melebihi gaji dan tunjangan menteri.

“Manjakan” 3 Sespri perempuan

Tak cukup hanya itu, Edhy juga diketahui memberikan apartemen dan mobil secara cuma-cuma kepada tiga sekretaris pribadi wanita. Hal itu diketahui dari kesaksian Anggia Tesalonika Kloer, mantan sekretaris pribadinya.

Awalnya, Anggia yang berasal dari Manado ini mengaku disewakan apartemen oleh Edhy selama bekerja di Jakarta karena tidak mempunyai keluarga di Jakarta. Selain itu, ia juga menyebut dua sespri perempuan Edhy lainnya juga disediakan apartemen, yakni Fidya Yusri dan Putri Elok. Tak hanya itu, Anggia juga diberikan mobil HRV oleh Edhy. 

“Kendaraan itu pasca saya sembuh COVID bulan awal Oktober, saya dipinjamkan mobil untuk mempermudah dari tempat tinggal ke kantor agar tidak menggunakan kendaraan umum. STNK atas nama Ainul," jelasnya.

Dalam sidang ini Direktur PT DPPP Suharjito didakwa memberi suap ke Edhy Prabowo yang saat itu menjabat Menteri KKP sebesar Rp 2,1 miliar terkait kasus ekspor benur melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi, lalu Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo Iis Rosita Dewi, dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Siswadhi Pranoto Loe. Suap diberikan agar Edhy mempercepat perizinan budi daya benih lobster ke PT DPP.

Suharjito didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Tags:

Berita Terkait