Kontrak dalam Kegiatan Ekonomi Kreatif Sebagai Objek Jaminan Utang
Kolom

Kontrak dalam Kegiatan Ekonomi Kreatif Sebagai Objek Jaminan Utang

Suatu kontrak atau perjanjian tidak hanya memberikan hak, melainkan juga membebankan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak di dalam kontrak sebelum pihak yang bersangkutan dapat menagihkan hak yang diberikan dalam kontrak itu.

Bacaan 6 Menit

J Satrio dalam bukunya yang berjudul Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, & Percampuran Hutang mengatakan bahwa sehubungan dengan hal ini harus dilihat apakah perubahan syarat dan ketentuan itu menyebabkan identitas perikatannya berubah sehingga ada perikatan baru yang berbeda dengan perikatan awal. Perlu diingat bahwa Pasal 1415 KUHPerdata menyatakan bahwa novasi (baik yang subjektif maupun yang objektif) tidak dapat hanya dikira-kira; kehendak seorang untuk mengadakannya harus terbukti dari isi akta.

Dari penjelasan mengenai novasi di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa pengalihan hak perorangan dalam sebuah kontrak dapat dilakukan dengan cara membuat novasi. Sehingga kontrak pun sebenarnya dapat dipindahtangankan dan seharusnya dapat dijadikan jaminan utang. Permasalahan berikutnya adalah apabila kontrak dijadikan jaminan utang dengan cara pengalihan atau pemindahtanganan kontrak, pengalihan tersebut hanya dapat dilakukan apabila debitur wanprestasi sehingga kreditur berhak melakukan eksekusi atas jaminan utang.

Tentu akan menyulitkan bagi lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank untuk memerintahkan debitur menandatangani akta novasi saat debitur sudah wanprestasi. Oleh karena itu, sebetulnya akta novasi dapat ditandatangani bersamaan dengan perjanjian pemberian pembiayaan dengan mencantumkan syarat tangguh sesuai yang diatur di dalam Pasal 1253 KUHPerdata.

Dengan demikian novasi baru akan dan hanya terjadi jika debitur wanprestasi. Misalnya, A sebagai Pelaku Ekonomi Kreatif menandatangani Perjanjian Lisensi dengan B dimana A adalah penerima lisensi dan B adalah pemberi lisensi. A mengajukan pembiayaan ke bank C dengan menawarkan perjanjian lisensi antara A dan B sebagai jaminan utang. Jika C, setelah melakukan verifikasi dan penilaian, memutuskan untuk menerima perjanjian lisensi sebagai jaminan maka A dan C dapat menandatangani akta novasi dengan syarat tangguh dimana jika A tidak dapat melunasi kewajibannya terhadap C maka C akan menunjuk pihak lain untuk menggantikan kedudukan A dalam perjanjian lisensi dengan B.

Walaupun sebagaimana telah dijelaskan di atas kontrak mungkin saja dijadikan sebagai jaminan utang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, esensi dari jaminan utang adalah memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditur untuk memperoleh pelunasan bukan memiliki objek jaminan sehingga kreditur harus melakukan penjualan terhadap objek jaminan. Kedua, penjualan melalui lelang eksekusi untuk objek jaminan yang berupa kontraknya tentunya akan lebih sulit daripada penjualan objek jaminan yang berupa benda berwujud seperti tanah dan bangunan, kendaraan, peralatan berat dan lain sebagainya. Ketiga, novasi hanya dapat dilakukan jika mitra perjanjian debitur setuju atas novasi tersebut.

Dalam contoh kasus di atas, tentunya B harus menyetujui adanya novasi dengan syarat tangguh yang diadakan antara A sebagai debitur dengan C sebagai kreditur. Hal ini mengingat pada akhirnya, B lah yang harus berhadapan dengan mitra perjanjian baru ketika A tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada C. Dengan demikian, ada baiknya kontrak hanya dijadikan sebagai jaminan tambahan saja bukan jaminan utama.

*)Theodora Pritadianing Saputri, S.H., LL.M., Dosen Hukum Benda dan Jaminan di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Parahyangan dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait