Kontribusi Lembaga Keuangan Terhadap Kerusakan Lingkungan dan Pelanggaran HAM
Terbaru

Kontribusi Lembaga Keuangan Terhadap Kerusakan Lingkungan dan Pelanggaran HAM

Lembaga jasa keuangan menjadi pendukung perusahaan tambang berisiko menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan pelanggaran HAM serta membawa berbagai dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Koalisi Internasional Forests & Finance menerbitkan laporan yang mengungkap bank-bank yang telah memberikan kredit sebesar USD 37,7 miliar kepada 23 perusahaan pertambangan kecil hingga besar yang berisiko menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tiga wilayah tropis. Dari semua kredit yang diberikan sejak tahun 2016 setelah Perjanjian Paris ditandatangani, 43% kredit diberikan kepada perusahaan di Asia Tenggara (USD 16,1 miliar), sementara Afrika Tengah & Barat dan Amerika Latin keduanya menerima USD 10,8 miliar.

“Kami merilis data ini untuk memperbaiki transparansi lembaga jasa keuangan yang menjadi pendukung perusahaan tambang yang berisiko menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan pelanggaran HAM serta membawa berbagai dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan di seluruh dunia hingga menjadi pendorong deforestasi yang cukup signifikan di kawasan tropis. Data ini bisa digunakan sebagai alat bagi masyarakat sipil untuk menuntut pertanggungjawaban penyandang dana dan investor atas berbagai dampak proyek-proyek yang mereka biayai,” tutur Merel van der Mark, Koordinator Koalisi Forests & Finance, Rabu (20/4).

TuK INDONESIA sebagai anggota koalisi Forest & Finance bersama WALHI merespon temuan ini sebagai pembiayaan besar atas kejahatan kemanusiaan. Terdapat perusahaan tambang bukan hanya menyebabkan kerugian secara ekonomi, tapi juga telah menghancurkan sumber sumber kehidupan dan lingkungan hidup serta menghilangkan nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan yang selama ini dijunjung tinggi oleh orang Papua dan bangsa Indonesia.

Baca:

Hadi Jatmiko, Kepala Divisi Kampanye Walhi mengungkapkan kegiatan pertambangan telah merusak ekosistem Danau Mahalona akibat transport sedimen melalui sungai yang membuat luas Danau Mahalona menyusut 151 hektar. Populasi Ikan Butini (Glosogobius matanensis) yang merupakan ikan endemik di Danau Matano, Mahalona dan Towuti juga mengalami penurunan hingga nelayan sulit mendapatkan ikan.

Adriansyah Manu dari Celebes Bergerak juga menjelaskan bagaimana operasional pertambangan di Sulawesi Tengah telah menghancurkan pertanian tradisional melalui perampasan tanah petani, menciptakan buruh aktif sekaligus menciptakan lautan pengangguran serta penghancuran lingkungan hidup melalui pembabatan hutan dan pembakaran energi fosil. Kemudian, kegiatan pertambangan telah menuai protes dan penolakan warga di tiga kecamatan hingga berujung kematian dan kekerasan oleh aparat kepolisian.

“Warga menolak karena trauma dengan aktivitas tambang yang menyebabkan banyak masalah pada lahan pertanian. Terjadi pendangkalan irigasi di Desa Kasimbar Palapi yg disebabkan pengolahan tambang, hingga sumber air bersih di dua desa Posona dan Kasimbar Palapi tercemar,” ungkap Adriansyah.

Tags:

Berita Terkait