Kontroversi Status Justice Collaborator di Balik Bebasnya Nazaruddin
Utama

Kontroversi Status Justice Collaborator di Balik Bebasnya Nazaruddin

Di Permenkumham menyebut syarat terpidana korupsi mendapat remisi yaitu harus bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Nazarudin sebelumnya dalam perkara korupsi wisma atlet telah divonis penjara selama 7 tahun sedangkan perkara yang kedua yaitu suap dan TPPU dengan vonis hukuman penjara selama 6 tahun. Pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017 menerbitkan surat keterangan bekerjasama untuk M. Nazarudin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, perkara pengadaan E-KTP di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum serta atas dasar M. Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas Negara.

“Dengan demikian surat keterangan bekerjasama tersebut menegaskan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M. Nazarudin sebagai Justice collaborator (JC). Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ (M. Nzaruddin),” tegasnya. Ia juga menambahkan surat keterangan bekerjasama yang dimaksud dikeluarkan setelah perkara Nazar berkekuatan hukum tetap.

Dalam Permenkumham, Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, Pasal 10 menyebutkan narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi untuk mendapatkan Remisi, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan juga harus memenuhi dua syarat khusus.

Pertama bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Jika dilihat dari pernyataan KPK, maka Nazar tidak pernah menjadi JC karena bekerjasama dengan penegak hukum dalam kasus lain, bukan kasus yang dilakukannya. (Baca: Ade Rahardja Mengaku Pernah Diancam Nazaruddin)

Kritik ICW

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengkritisi keputusan Kemenkumham ini. Apalagi Nazaruddin mendapatkan program cuti menjelang bebas sejak tanggal 14 Juni yang lalu. Menurut pengakuan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Jawa Barat, mantan Bendahara Partai Demokrat ini juga memperoleh remisi sebanyak 49 bulan atau lebih dari 4 tahun.

Hal ini menurutnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/2012) secara tegas menyebutkan bahwa syarat terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi diantaranya adalah bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator, JC). Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC.

Kemudian pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan. Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara. 

Tags:

Berita Terkait