Korporasi Diminta Perhatikan Utang Luar Negeri
Berita

Korporasi Diminta Perhatikan Utang Luar Negeri

Jika terus membengkak, akan rentan terkena dampak kenaikan suku bunga global akibat rencana tapering off The Fed.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Korporasi Diminta Perhatikan Utang Luar Negeri
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan korporasi untuk memperhatikan utang luar negeri mereka. BI khawatir jika utang luar negeri swasta terus membengkak, ke depan akan rentan terkena dampak kenaikan suku bunga global akibat rencana The Federal Reserve (Fed) Amerika Serikat yang akan menjalankan tapering off.

Tapering off merupakan kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi stimulus moneter melalui pengurangan pembelian surat berharga (quantitative easing). Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, jika The Fed menjalankan tapering off-nya maka akan diikuti dengan kenaikan suku bunga dari The Fed.

Bukan hanya itu, quantitative easing juga akan mengalir ke negara-negara berkembang, baik melalui serapan oleh perusahaan, korporasi maupun perbankan. Rangkaian tersebut dapat menyebabkan korporasi di negara berkembang mengambil kesempatan untuk mengeluarkan surat utang.

“Jika tahun 2015 suku bunga meningkat, itu bagaimana. Hal-hal seperti harus kita perhatikan,” kata Agus di Jakarta, Senin (19/5).

Akibat utang luar negeri yang membengkak, lanjut Agus, risiko kerugian korporasi akibat valuta asing (valas) juga perlu diwaspadai. Ia pun meminta agar korporasi termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola utang luar negerinya dengan baik.

Agus mengatakan, salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh korporasi maupun BUMN adalah ketidaksesuaian antara penerimaan dalam bentuk rupiah tapi pinjaman yang dilakukan dalam bentuk valas. Hal ini dapat berakibat pada munculnya risiko nilai tukar. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan risiko jatuh tempo.

Terkait risiko jatuh tempo ini, Agus mencontohkan, jika pinjaman dalam bentuk jangka pendek, maka pendanaannya jangan dipergunakan untuk pembiayaan jangka panjang. Sedangkan risiko lain yang perlu diperhatikan adalah risiko tingkat bunga. Misalnya, ketika memperoleh tingkat bunga floating, tapi penempatannya dalam fix, dapat menimbulkan risiko gagal bayar.

Dalam kesempatan yang sama, BI meluncurkan buku Kajian Stabilitas Keuangan No. 22, Maret 2014. Dalam buku tersebut disebutkan skenario terburuk dari stress test (batu uji) yang dilakukan BI. Analisisi ketahanan korporasi yang dilakukan dengan metode Altman Z-score ini menunjukkan bahwa jumlah korporasi yang berada pada area berisiko cenderung meningkat pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012.

Hasil plotting Altman Z-score dengan siklus perekonomian menunjukkan bahwa pelemahan nilai tukar dan perlambatan ekonomi sangat mempengaruhi kinerja korporasi. Berdasarkan perhitungan dengan metode Altman Z-score yang menggunakan data 263 korporasi publik non keuangan tersebut terjadi peningkatan pangsa korporasi yang berada pada area berisiko menjadi 34 persen.

“Bahwa tingkat kegagalan korporasi kalau terjadi skenario terburuk memang cukup tinggi, 34 persen dari total utang luar negeri swasta,” ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah.

Pangsa pasar yang berisiko sebesar 34 persen tersebut masih lebih rendah 10 persen jika dibandingkan dengan periode krisis 2008-2009 yang mencapai 44 persen. Metode Altman Z-score tersebut mengukur risiko korporasi dengan rasio modal kerja terhadap total aset. Untuk diketahui, posisi utang luar negeri swasta maupun BUMN telah mencapai AS$141 miliar.

Halim berharap, dari stress test yang dilakukan BI tersebut, ke depan korporasi dapat mengambil langkah untuk mengendalikan tingkat utangnya. Jika memang diperlukan, lanjut Halim, BI akan bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk mengkaji agar tingkat utang korporasi dapat dikendalikan.

Ia mengatakan, setidaknya terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan jika mengacu negara lain. Misalnya saja Korea. Negara Ginseng tersebut mempersilahkan korporasi untuk berhutang. Tapi jika akan jatuh tempo, diwajibkan untuk memiliki valas yang sewaktu-waktu bisa dibutuhkan untuk membayar utang. Cara lainnya, bisa menggunakan praktik lindung nilai.
Tags:

Berita Terkait