KPA: Pembahasan Rancangan Perpres Percepatan Reforma Agraria Langgar Putusan MK
Terbaru

KPA: Pembahasan Rancangan Perpres Percepatan Reforma Agraria Langgar Putusan MK

Proses revisi Perpres Reforma Agraria mangkrak dan tertutup sepanjang 2019-2022 tanpa ada kejelasan status setiap dimintai penjelasan dan klarifikasinya. Tiba-tiba pemerintah lewat Kemenko Perekonomian menginisiasi kegiatan diskusi untuk membahas Rancangan Perpres Reforma Agraria.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Foto: Istimewa
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Foto: Istimewa

Kalangan organisasi masyarakat sipil sudah lama mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria agar pelaksanaan reforma agraria sesuai mandat UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan selama ini pihaknya tidak pernah mendapat informasi tentang status perkembangan revisi tersebut sekalipun telah meminta keterangan dari pihak terkait.

Tapi Dewi mendapat informasi saat ini pemerintah menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria (RPerpres RA). Tujuannya untuk menggantikan Perpres No.86 Tahun 2018 dan Perpres No.88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Selain itu beredar informasi adanya diskusi publik membahas revisi Perpres tersebut pada awal November 2022. Sayangnya, KPA tidak mendapat undangan untuk hadir dalam diskusi publik tersebut.

Menurut Dewi, ini bukan kali pertama pemerintah mengabaikan tuntutan masyarakat sipil agar proses perumusan kebijakan reforma agraria dilakukan secara memadai (adequate), transparan, dan berhati-hati/seksama (prudent). KPA konsisten mendorong lahirnya kebijakan reforma agraria, termasuk pelurusan tafsir dan praktik sekaligus percepatan pelaksanaan di lapangan.

“KPA kembali mengingatkan Presiden serta jajaran kabinetnya untuk kembali pada konstitusi dan UU No.5 Tahun 1960,” kata Dewi saat dikonfirmasi, Selasa (8/11/2022).

Melihat substansi RPerpres Reforma Agraria, Dewi mengatakan pembahasannya tidak transparan (tertutup) dan tidak memadai (adequate) dari sisi proses perumusan. Tidak ada pelibatan Gerakan Reforma Agraria secara aktif, setara, dan substantif. Secara keseluruhan, tidak ada pelibatan organisasi masyarakat sipil yang bermakna secara substantif. Proses perumusan dan pembahasan juga mengabaikan sejarah mengapa tuntutan dan urgensi revisi Perpres RA dilayangkan KPA bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) kepada Presiden RI.

Dewi mencatat proses revisi Perpres RA mangkrak dan tertutup sepanjang 2019-2022. Masyarakat sipil tidak pernah mendapat informasi dan kejelasan mengenai kejelasan status revisinya. Diskusi publik yang digelar pemerintah awal November 2022 bersifat formalitas dan bukan proses partisipasi yang bermakna.

Revisi Perpres harus sesuai tuntutan masyarakat sipil sebagaimana disampaikan pada peringatan Hari Tani Nasional tahun 2019 dimana KPA bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dan Presiden RI sepakat merevisi Perpres No.86 Tahun 2018. Revisi itu diperlukan karena substansi Perpres banyak kelemahan sehingga target 9 juta hektar reforma agraria macet, padahal sudah dijanjikan dalam Nawacita ke-5 dan RPJMN.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait