KPA: Pembahasan Rancangan Perpres Percepatan Reforma Agraria Langgar Putusan MK
Terbaru

KPA: Pembahasan Rancangan Perpres Percepatan Reforma Agraria Langgar Putusan MK

Proses revisi Perpres Reforma Agraria mangkrak dan tertutup sepanjang 2019-2022 tanpa ada kejelasan status setiap dimintai penjelasan dan klarifikasinya. Tiba-tiba pemerintah lewat Kemenko Perekonomian menginisiasi kegiatan diskusi untuk membahas Rancangan Perpres Reforma Agraria.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“KPA dan para pakar hukum agraria yang kredibel tidak pernah dilibatkan secara aktif dan substantif dalam proses perumusan baik oleh Kemenko Perekonomian ataupun KSP. Rakor Tim tidak melibatkan seluruh tim secara setara dan bermakna. Inilah pembajakan proses dan orientasi substansi yang menyimpang, dilakukan oleh Kemenko Perekonomian dan KSP, ujar Dewi.

RPerpres Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria menurut Dewi melanggar putusan MK dan mengkhianati UU No.5 Tahun 1960. Dia mengingatkan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, tentang permohonan uji formil UU No.11 Tahun 2020 menyatakan beleid itu inkonstitusional bersyarat. Sehingga pemerintah tidak boleh membuat produk regulasi baru turunan UU No.11 Tahun 2020, apalagi yang menyangkut program prioritas nasional.

Dengan menjadikan UU No.11 Tahun 2020 sebagai dasar pertimbangan (konsideran) utama, maka Tim Perumus RPerpres tidak hanya melanggar putusan MK, tetapi juga kembali memanipulasi dasar-dasar urgensi perbaikan Perpres RA yang dituntut Gerakan Reforma Agraria. Sejak awal, orientasi perbaikan perpres adalah pelurusan kebijakan dan praktik reforma agraria yang harus dikembalikan pada tujuan utamanya. Antara lain memperbaiki ketimpangan penguasaan tanah, menyelesaikan konflik agraria di seluruh sektor, memulihkan hak masyarakat yang terampas, serta memastikan RA berdampak pada kesejahteraan masyarakat agraris dan rakyat miskin tak bertanah.

“Alih-alih mengembalikan orientasi hukum agraria yang sejalan dengan Konstitusi dan UU No.5 Tahun 1960, UU No.11 Tahun 2020 justru masuk menjadi pertimbangan RPerpres Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria. Kemenko dan KSP lupa, bahwa hukum agraria nasional kita adalah UU No.11 Tahun 1960, bukan UU No.11 Tahun 2020 yang melanggar Konstitusi,” ujar Dewi.

Mengingat logika hukum RPerpres Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria mengikuti UU No.11 Tahun 2020, Dewi menilai pelaksanaan reforma agraria dimanipulasi dalam tata cara pengadaan tanah melalui Bank Tanah. Yakni skema hak pengelolaan (HPL) dan hak berjangka waktu menjadi tawaran penyelesaian, pencetakan sawah baru melalui food estate menjadi bagian tanah objek reforma agraria (Tora).

Pengaturan kawasan hutan juga bakal mengikuti aturan UU No.11 Tahun 2020 terkait keterlanjuran dan klaim sepihak kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BUMN sektor Kehutanan seperti Perhutani dan Inhutani. “Alih-alih mengurai ketimpangan dan konflik, hal ini justru semakin melanggengkan dan mengakumulasi konflik agraria,” tegas Dewi.

Tags:

Berita Terkait