KPAI Dorong Percepat Pembangunan Sistem Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Terbaru

KPAI Dorong Percepat Pembangunan Sistem Pencegahan Kekerasan terhadap Anak

Sistem yang dibuat harus disertai dengan sistem pengaduan dan pengawasan yang melibatkan pihak berkepentingan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Stranas PKTA). Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo 15 Juli 2022 lalu itu menjadi penguat bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai garda terdepan di sektor perlindungan anak. Karenanya, KPAI mendorong pemerintah tingkat pusat maupun daerah agar membuat sistem pencegahan kekerasan terhadap anak yang terintegrasi.

“KPAI mendukung upaya pemerintah untuk membangun sistem pencegahan kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana diatur dalam Perpres 101 tahun 2022,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti kepada Hukumonline, Rabu (20/7/2022).

Pasal 3 Perpres 101/2022 menyebutkan, “Stranas PKTA dimaksudkan sebagai acuan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupatenlkota dalam menyelenggarakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak”. Baginya, pencegahan terhadap perbuatan tindak pidana terhadap anak jauh lebih baik ketimbang penanganan ketika terjadi perkara pidana.

Tapi, kata Retno, sistem pencegahan yang dibuat nantinya mesti disertai dengan sistem pengaduan dan pengawasan yang melibatkan banyak pihak berkepentingan di bidang perlindungan anak. Misalnya, di satuan pendidikan menjadi wajib melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan dan stakeholders yakni masyarakat di sekitar sekolah maupun madrasah dan pondok pesantren pun wajib dilibatkan terutama untuk melakukan pengawasan.

Retno melihat Perpres 101/2022 upaya pemerintah dalam mengatasi tingginya tingkat kekerasan terhadap anak di berbagai daerah. Dia menilai dalam pertimbangan beleid tersebut menyebutkan “Bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi, sehingga perlu optimalisasi peran pemerintah”.

Baca Juga:

Fakta masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan pemerintah memiliki perhatian dan kepedulian terhadap sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang marak terjadi belakangan terakhir. Ironisnya, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak malah terjadi di lembaga-lembaga Pendidikan oleh oknum pendidik yang semestinya melindungi anak/peserta didik.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) rentang waktu antara 2016-2020, setidaknya terjadi peningkatan jumlah korban kekerasan dari 7.879 menjadi 10.770 anak. Kasus-kasus tersebut tertinggi terjadi pada jenis kekerasan seksual, fisik, psikis, dan penelantaran.

Tags:

Berita Terkait