KPK-Kemenkes Bangun Sistem Pelaporan Gratifikasi Dokter
Berita

KPK-Kemenkes Bangun Sistem Pelaporan Gratifikasi Dokter

Bagi dokter yang menerima gratifikasi, Menkes menilai IDI yang berhak menindaknya.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek (batik) di gedung KPK, Jumat (6/11). Foto: RES
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek (batik) di gedung KPK, Jumat (6/11). Foto: RES

Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mendatangi gedung KPK untuk membicarakan kerja sama pembangunan sistem gratifikasi dokter baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang melatarbelakangi kerja sama ini.

"Tahun 2014 ada permenkes yang mengatur gratifikasi, tapi tertera hanya pegawai rumah sakit vertikal atau PNS. Saya ke sini karena tentu (peraturan) itu tidak merata. Seharusnya keseluruhan, jadi dokternya kami kaitkan dengan IDI. Tentu gratifikasi harus kita atur, makanya saya ingin penjelasan KPK apa itu gratifikasi, sampai batas mana. Kita juga ingin bangun sistem," kata Nila di gedung KPK Jakarta, Jumat (6/11).

Nila bertemu dengan pelaksana tugas (plt) Pimpinan KPK Taufiequrrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi. Ia menilai, sekarang ini adalah saat yang tepat untuk memperbaiki sistem tersebut.

" Mari kita perbaiki termasuk hal hal yang dikaitkan dengan dunia kesehatan. Sebetulnya apa yang disebut gratifikasi kemudian kita uraikan kembali sampai mana aturannya dan kepada siapa saja. Kami sudah membuat kajiannya dan sudah ada dan akan kita benahi. Saya tentu harus bijak dalam hal ini, bijak untuk dokter, bijak untuk masyarakat, bijak untuk keseluruhan," tambah Nila.

Namun terkait dokter yang menerima gratifikasi, Nila mengatakan pihak yang berwenang untuk mengadili adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Alasannya karena di IDI ada majelis kedokteran. Meski begitu, koordinasi dengan KPK dinilai perlu agar rencana ini terimplementasi dengan baik.

"Nanti kami serahkan ke IDI karena di IDI ada majelis kedokteran, tapi kami (Nila dan pimpinan KPK) tidak membicarakan kasus-kasusuistik kami membicarakan bagaimana membangun sistem. Kita selalu ingin memperbaiki sistem yang kita buat dapat diimplementasikan dengan baik," ungkap Nila.

Menurut Nila, gratifikasi bukanlah penyebab satu-satunya harga obat menjadi mahal. Biasanya, mahalnya harga obat karena dikaitkan dengan biaya produksi yang tinggi. "Tidak selalu obat mahal karena biaya produksi. Obat kita masih banyak bahan baku yang diimpor. Dengan dolar naik maka biaya bahan bakunya naik. Tentu ada dana marketing dan promosi, tapi kalau melewati dana promosi makanya inilah..," tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait