Kritik atas Pertanggungjawaban Pengurus Korporasi dalam RKUHP
Kolom

Kritik atas Pertanggungjawaban Pengurus Korporasi dalam RKUHP

Menyamakan begitu saja antara korporasi dan pengurus korporasi, menunjukkan kegagalan untuk melihat bahwa korporasi dan pengurusnya merupakan dua subjek hukum yang berbeda.

Bacaan 6 Menit
Prof. Andri G. Wibisana. Foto: Istimewa
Prof. Andri G. Wibisana. Foto: Istimewa

Beberapa waktu lalu, saya membuat sebuah tulisan berjudul “Kritik atas Rumusan Pertanggungjawaban Korporasi dalam RKUHP” (Kompas, 24 Oktober 2022). Tulisan tersebut memaparkan kritik terhadap RKUHP karena merumuskan pertanggungjawaban korporasi hanya berdasarkan teori identifikasi (identification theory) dan pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability), dan gagal memasukkan dasar pertanggungjawaban korporasi atas dasar kesalahan korporasi (corporate fault).

Tulisan kali ini dimaksudkan sebagai kritik terhadap rumusan lain dari RKUHP yang tidak kalah bermasalahnya, yaitu rumusan RKUHP terkait pertanggungjawaban dari pengurus korporasi. 

Pasal 37 RKUHP menyatakan “Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, Setiap Orang dapat: ...b. dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain.” Penjelasan Pasal 37 huruf b mengatakan bahwa ketentuan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) yang memungkinkan “pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya.”

Sementara itu, Penjelasan Pasal 48 RKUHP menyatakan bahwa jika terjadi tindak pidana korporasi, maka salah satu kemungkinan pertanggungjawaban yang dapat terjadi adalah “Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan pengurus yang bertanggung jawab.” Lebih jauh Penjelasan ini menyatakan pula bahwa “jika suatu tindak pidana dilakukan oleh dan untuk suatu Korporasi maka penuntutannya dapat dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap Korporasi sendiri, atau Korporasi dan pengurusnya, atau pengurusnya saja.”

Tulisan ini akan menunjukkan bagaimana rumusan di atas telah dipraktikkan di dalam beberapa putusan terkait pencemaran lingkungan. Kesimpulannya mengejutkan: pelanggaran HAM melalui pengadilan. Pelanggaran yang terjadi ini akan memperoleh dasar hukum, karena RKUHP justru memungkinkan adanya pemidanaan seseorang atas perbuatan pidana orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 dan Penjelasan Pasal 48 RKUHP.

Baca juga:

Pemenjaraan atas Perbuatan Orang Lain

Di dalam beberapa kasus lingkungan, terdapat beberapa putusan di mana pengadilan menjatuhkan pidana badan (penjara atau kurungan) kepada seorang pengurus, meskipun pengurus ini tidak pernah diadili. Di perkara Nomor 228/Pid.Sus/2013/PN.PLW, terdakwa adalah PT API, yang selama persidangan diwakili oleh Sdr. TKY, seorang direktur. 

Tags:

Berita Terkait