Kritik Atas Putusan Pengujian Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden
Terbaru

Kritik Atas Putusan Pengujian Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Menurut Juru Bicara MK Fajar Laksono sepakat ada pengujian lagi. Hal ini menjadi tantangan agar perkembangan-perkembangan yang ada bisa dikemas dan diuji lagi supaya Mahkamah bisa sepakat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai berdasarkan fakta, setidaknya Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah diuji oleh 28 pemohon yang berbeda di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, dengan berulang kalinya Pasal 222 UU Pemilu dimohonkan pengujian membuktikan adanya ketidakberesan rumusan norma tersebut.

“Seharusnya MK memperhatikan itu, ada hal yang terus-menerus disuarakan. Saya akan mengatakan, sebaiknya ini terus menerus digugat. Tak apa, sampak MK tidak jumud lagi,” ujarnya dalam sebuah stasiun televisi berita beberapa waktu lalu.

Dia berpendapat pertimbangan MK dalam putusan pengujian Pasal 222 UU 7/2017 dengan perkara  No.52/PUU-XX/2022 yang menolak permohonan DPD dan Partai Bulan Bintang (PBB) hanya alasan politik. Seperti menyederhanakan partai, memperkuat sistem presidensial agar pararel antara koalisi sebelum terbentuk pemerintahan dan koalisi pendukung presiden.

“Itu alasan politik, bukan alasan hukum. Menurut saya itu harusnya tidak masuk dalam putusan MK,” kritiknya.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina itu berpendapat alasan memperkuat sistem presidensial tidak terbukti secara teoritik dan empirik. Buktinya, kata Djayadi, tak ada satupun negara yang menggunakan sistem presidential threshold. Kemudian, bukti yang diharapkan MK bahwa presidential threshold memperkuat sistem presidensial pun tak terwujud di Indonesia sebanyak 4 kali siklus pemilu.

Bahkan, pengaturan presidential threshold secara hukum sejak 2004 silam dengan angka 15 persen. Tapi pada saat Pemilu 2004 pun tidak menggunakan aturan tersebut, namun koalisi tetap terjadi pada putaran pertama dan kedua dalam pemilihan presiden. Tak kalah penting, di banyak negara seperti Amerika, Chile, Brazil, Korea Selatan yang menggunakan sistem presidensial dengan dua atau multi partai, tak ada satupun yang menggunakan ketentuan presidential threshold.

Baca Juga:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait