Kronologis Perkembangan Pemikiran tentang Keharusan Terpidana Menghadiri Sidang Permohonan PK
Utama

Kronologis Perkembangan Pemikiran tentang Keharusan Terpidana Menghadiri Sidang Permohonan PK

Sejak 2010, sudah ada putusan Mahkamah Agung yang menyatakan kehadiran pemohon dalam sidang permohonan PK bersifat imperatif. Kehadiran pengacara hanya mendampingi, bukan mewakili klien.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Tahun 2012

Pada 28 Juni 2012, Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam Perkara Pidana. Selain mengatur pengadilan harus menyatakan tidak dapat diterima permohonan PK yang tidak dihadiri pemohon prinsipal, SEMA ini juga memuat aturan transisi. Permohonan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana atau ahli warisnya sebelum berlakunya SEMA, berkasnya dilanjutkan ke Mahkamah Agung.

Pada tahun ini juga Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Menjawab pertanyaan tentang PK yang diajukan kuasa hukum pemohon, Rapat Pleno menjawab bahwa filosofisnya kuasa dalam hukum pidana tidak mewakili tetapi mendampingi. Jadi, pemohon PK harus hadir. Pada prinsipnya kehadiran pemohon PK dan Jaksa adalah suatu keharusan, kecuali terdapat pelanggaran HAM sebagai jalan tengah untuk kasus-kasus kecil. Apabila pemohon PK tidak hadir, sesuai ketentyan Pasal 266 ayat (1) KUHAP, maka perkara PK tidak dapat diterima.

Tahun 2013

Setelah SEMA No. 1 Tahun 2012 terbit, masih ada putusan yang memerlihatkan perbedaan pandangan hakim agung menyikapi ketidakhadiran pemohon PK. Putusan MA No. 216 PK/Pid.Sus/2013 berkaitan dengan tindak pidana khusus bidang kehutanan. Pengadilan menghukum terdakwa 1 tahun 8 bulan karena terbukti melakukan tindak pidana bidang kehutanan. Perkara ini ditangani 3 orang anggota majelis (M. Zaharuddin Utama, Surya Jaya, dan Sri Murwahyuni). Putusan diambil tidak dengan suara bulat.

Mayoritas hakim berpendapat permohonan tidak dapat diterima. Alasannya, Terpidana tidak mengajukan sendiri dan tidak pula hadir dalam pemeriksaan permohonan PK sebagaimana terungkap dalam Akta Permohonan PK, dan Berita Acara Pemeriksaan sidang permohonan PK. Menurut majelis, sesuai Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 264 ayat (1) juncto Pasal 265 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP dan SEMA No. 1 Tahun 2012, maka permohonan PK harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Hakim anggota Surya Jaya mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Ia berpendapat putusan judex facti seharusnya batal demi hukum, dan majelis PK seharusnya memerintahkan judex facti melengkapi putusan perkara a quo sesuai ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d dan f KUHAP.  Meskipun permohonan PK diajukan kuasa hukum, dan pemohon tidak hadir di persidangan, permohonan PK masih dapat dibenarkan karena alasan ketidakhadiran di sidang adalah karena yang bersangkutan berada dalam rumah tahanan. Kepala Rutan tidak memberikan izin bagi pemohon keluar rutan karena alasan keamanan. Sesuai pemeriksaan dalam persidangan, ketidakhadiran terpidana ke pengadilan menghadiri sidang permohonan PK bukan karena kehendak atau kemauannya sendiri melainkan karena kebijakan kepala Rutan.

Menurut hakim dissenter, pemohon prinsipal tidak bermaksud mengabaikan ketentuan KUHAP dan SEMA No. 1 Tahun 2012. Ketidakhadiran pemohon disebabkan keadaan di luar kesalahan dan kemampuan terpidana. Jadi, ada pertentangan dua kewajiban terpidana: di satu sisi kewajiban menghadiri sidang PK, dan di sisi lain mematuhi keputusan Kepala Rutan. Dalam keadaan demikian, seharusnya pengadilan menjunjung tinggi keadilan dan kemanfaatan tanpa mengabaikan kepastian hukum. Ketidakhadiran pemohon PK bukan kesalahannya sendiri melainkan kebijakan Rutan. Seharusnya, pengadilan tidak merugikan kepentingan hukum terpidana dalam mengajukan permohonan PK ketika terjadi kondisi yang demikian.

Tahun 2018

Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. SEMA ini menyinggung permohonan PK yang diajukan terpidana yang sedang di LAPAS. Ditentukan bahwa PK yang diajukan melalui Kalapas, tanpa kuasa hukum, tidak dapat dibenarkan.

Dalam hal permohonan PK diajukan terpidana yang sedang menjalani pidana penjara di luar daerah hukum pengadilan pengaju dan tanpa kuasa hukum diajukan Kalapas/Karutan ke pengadilan pengaju, pengadilan pengaju mendelegasikan ke pengadilan tempat terpidana menjalani hukuman disertai berkas asli lengkap. Pengadilan inilah nanti yang memeriksa permohonan PK.

Tags:

Berita Terkait