KUHP Baru Bisa Bikin Wisatawan Asing Kabur dari RI? Ini Penjelasan Ditjen Imigrasi
Terbaru

KUHP Baru Bisa Bikin Wisatawan Asing Kabur dari RI? Ini Penjelasan Ditjen Imigrasi

Kedatangan WNA tidak terpengaruh oleh RUU KUHP yang telah disahkan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Widodo Ekatjahjana. Foto: kemenkumham
Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Widodo Ekatjahjana. Foto: kemenkumham

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) sebagai UU pada Selasa (6/12). Pasca-pengesahan UU KUHP, berbagai kekhawatiran timbul karena UU tersebut dapat menurunkan daya tarik pariwisata Indonesia.

Kekhawatiran tersebut sudah disampaikan Asosiasi Pelaku Usaha Indonesia (APINDO) sebelum UU KUHP ini disahkan. Kekhawatiran tersebut untuk merespons aturan-aturan dalam UU KUHP yang bersiko merugikan dunia usaha khususnya yang bergerak di bidang industri pariwisata dan perhotelan. Meski, APINDO menyatakan dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinahan erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya hal termasuk pada ranah privat yang tidak harus diatur oleh negara dan dianggap sebagai perbuatan pidana. 

“Jika terkait perzinahan ini diatur dalam RKUHP, maka berdasarkan asas teritorial yang menyebutkan bahwasanya setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia, yang artinya bagi turis asing yang tidak terikat dalam suatu pernikahan juga dapat turut dijerat oleh aturan pidana yang sama. Implikasinya adalah wisatawan asing akan beralih ke negara lain dimana hal tersebut akan berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia,” kutip APINDO dalam situs resminya pada Oktober lalu.

Baca Juga:

Dalam dokumen UU KUHP yang telah disahkan, asas territorial memang menyebutkan setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Ketentuan pidana hubungan badan di luar pernikahan terdapat dalam Pasal 411 dan 412. Namun, kedua pasal tersebut merupakan delik aduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan serta orang tua dan anak bagi orang yang terikat perkawinan.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly mengatakan produk UU KUHP Belanda ini dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu urgensi pengesahan UU KUHP.

Yasonna menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.

Tags:

Berita Terkait