KUHP Baru Tidak (Jadi) Melanggar Asas Legalitas
Kolom

KUHP Baru Tidak (Jadi) Melanggar Asas Legalitas

Kita tidak perlu khawatir dengan keberadaan Pasal 2 ayat (2) dalam KUHP baru.

Bacaan 6 Menit
Rifqi S. Assegaf. Foto: Istimewa
Rifqi S. Assegaf. Foto: Istimewa

Salah satu pasal kontroversial dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP baru) adalah Pasal 2 ayat (2) yang intinya mengatur bahwa mereka yang melanggar “hukum yang hidup dalam masyarakat” (disebut juga “hukum adat”) dapat dipidana meski perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana menurut KUHP baru.

Banyak pihak menilai bahwa pasal ini merupakan pelanggaran serius terhadap asas pokok dalam hukum pidana, yakni asas legalitas. Tulisan ini berargumen bahwa terlepas dari maksud pembentuk KUHP baru, cara perumusan pasal-pasal terkait dalam KUHP baru membuat tidak dimungkinkannya negara mempidana mereka yang melanggar hukum adat.

Baca juga:

Kriminalisasi Pelanggaran Hukum Adat dalam KUHP Baru

Pasal 1 ayat (1) KUHP baru menyatakan “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Pasal ini merupakan penegasan bahwa KUHP baru mengakui dan menjamin keberadaan asas legalitas.

Permasalahan muncul karena Pasal 2 ayat (1) menegasikan jaminan tersebut dengan mengatur “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini”. Yang dimaksud dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau hukum adat adalah “hukum tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia” (Penjelasan Pasal 2 ayat (1)).

Melengkapi pengaturan yang bersifat umum tersebut, Pasal 597 ayat (1) menyebutkan “Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.”

Penyusun KUHP baru berusaha meminimalisir dampak negatif pengesampingan asas legalitas dalam Pasal 2 ayat (1) dengan membatasi kapan dan bagaimana kriminalisasi atas pelanggaran hukum adat dapat diterapkan, yakni dengan mengatur bahwa (Pasal 2 ayat (2)):

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait