Pernyataan inilah yang dipermasalahkan Kejagung. Dua awak ICW itu dituding telah mencemarkan nama baik dan memfitnah Kejagung karena mengeluarkan pernyataan tanpa berdasarkan bukti-bukti. Agung menuding apa yang diucapkan Emerson dan Illian tidak benar. Pihak Kejaksaan mengaku memiliki data otentik tandingan yang akan mereka serahkan nanti. Kami juga punya data otentik bahwa apa yang mereka katakan itu tidak benar. Pokoknya nanti kita buktikan bahwa itu tidak benar. Kami siap diperiksa oleh tim penyidik.
Untuk pasal yang dikenakan, penyidik bisa saja menjerat dengan Hatzaai Artikelen yang pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi, seperti Pasal 310, 311 ayat (1) jo. Pasal 316, maupun Pasal 207 KUHP. Semuanya pasal penghinaan. Mau dikenakan yang mana saja itu terserah interpretasi penyidik. Kita hanya laporan, kata Agung.
Tiada kata maaf
Dihubungi hukumonline, Emerson mengaku kaget begitu mendengar dirinya dan Illian dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, ICW pun langsung menggelar rapat. Tidak langsung kebakaran jenggot, LSM yang koordinatornya juga pernah dilaporkan ke polisi, menyikapinya dengan tenang. Usai berembuk, ICW memutuskan untuk tidak akan meminta maaf kepada Kejagung. Mereka akan fokus memperkuat bukti-bukti dan mengikuti proses hukum di Mabes Polri. Data yang dimiliki ICW mengacu pada laporan BPK yang dilengkapi data-data dari Departemen Keuangan. Dari data tersebut, terlihat perbedaan jumlah uang yang berhasil diselamatkan dari kasus korupsi sebagaimana diklaim Kejagung.
Menurut Emerson, tindakan Kejagung yang langsung memidanakan mereka terkesan berlebihan. Kalau persoalannya hanya data, lanjutnya, kan tinggal dibandingkan saja. Lagipula di UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, ada mekanisme hak jawab dan hak koreksi. Pada bagian penjelasan umum UU Pers, kedua hak ini menjadi kontrol atas suatu pemberitaan media. Sayang, Kejagung tidak mau menggunakan mekanisme ini. Agung Dipo berpendapat apa yang dilakukan Emerson dan Illian sudah merupakan tindak pidana. Pencemaran nama baik, ini fitnah dan tidak berdasarkan bukti-bukti.
Bila dicermati, dari salinan surat kabar yang dipersoalkan Kejagung, tidak ada pernyataan spesifik yang menuduh Kejagung menilep uang perkara korupsi sebagaimana yang tertera pada judul berita. Emerson berharap Kejagung jangan salah menafsirkan, ICW tidak pernah menuduh Kejagung. Tujuan kita, justru untuk mendorong agar pengelolaan keuangan di Kejagung, termasuk hasil korupsi, diperbaiki. Faktanya, BPK selalu menyatakan laporan keuangan Kejagung disclaimer.
Agung mengaku tindakannya melaporkan Emerson dan Illian bukan upaya meredam keinginan masyarakat untuk mengkritisi kejaksaan. Tapi, setelah dikonfirmasi ke media yang bersangkutan, mereka bilang ini sumbernya dari ICW. Mana yang pelintir, belum diketahui. Soal nanti mereka akan saling menyalahkan itu terserah, tukasnya.
Berdasarkan pengamatan hukumonline, kriminalisasi bukan hanya terjadi pada kolumnis atau narasumber, tetapi juga terjadi pada penulis surat pembaca -Aseng dan Winny yang sampai saat ini perkaranya masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hanya mengeluarkan uneg-unegnya melalui media, mereka juga dituduh melakukan pencemaran nama baik dan fitnah.
Hak jawab seolah lumpuh. Para pihak yang merasa dirugikan oleh produk pers langsung menempuh jalan pidana. Bahkan, seorang pejabat publik yang mantan Kadiv Humas Mabes Polri Sisno Adiwinoto pernah mengatakan agar tidak usah menggunakan hak jawab, langsung dipidanakan saja. Sontak, pernyataan Sisno ini menuai reaksi keras kalangan pers yang berujung pada aksi saling lapor dengan seorang wartawan bernama Upi Asmaradhana.
Pelapor berikutnya
Kita lihat, adakah pihak berikutnya yang menempuh jalur pidana akibat suatu pemberitaan. Agung Dipo memberi bocoran, kemungkinan ICW tidak hanya dilaporkan oleh Kejaksaan, tapi juga oleh institusi lain. Nanti kita lihat, episode berikutnya siapa yang akan melaporkan ICW ke Mabes Polri, tukasnya.
Ternyata, Mahkamah Agung (MA) juga berencana melaporkan ICW dan Emerson Yuntho ke Kepolisian. Kami juga sudah mempersiapkan untuk melapor ke polisi, ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi. Ia merasa terusik dengan tudingan ICW terkait aliran dana ke Komisi III DPR dalam proses penyusunan revisi UU MA. Ia menantang ICW untuk membuktikan pernyatannya bahwa Komisi III telah menerima dana sebesar AS$1 juta.
Nurhadi mengatakan bila pernyataan itu tak dapat dibuktikan, maka tindakan ICW bisa masuk kategori perbuatan melawan hukum. Minimal melakukan pembohongan publik, sebutnya. Nurhadi mengaku telah mengumpulkan file-file pernyataan para aktivis ICW tersebut.
Bukan kali pertama, Kejaksaan Agung (Kejagung) merasa institusinya tercoreng dengan pernyataan yang dimuat di suatu media. Sebelumnya, wartawan senior Bersihar Lubis yang mengisi kolom di Koran Tempo edisi Maret 2007 juga sempat dipolisikan seorang staf Seksi Intel Kejaksaan Negeri Kota Depok Pudin Saprudin. Tindakan Pudin ini ternyata instruksi Jaksa Agung yang merasa nama baik Korps Adyaksa telah dicemarkan oleh kolom Bersihar berjudul Kisah Interogator yang Dungu. Kasus ini berlanjut ke persidangan dan akhirnya Bersihar divonis hukuman percobaan satu bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok (20/2).
Kisah ini kembali terulang, tapi bukan menimpa seorang kolumnis, melainkan narasumber pemberitaan. Koordinator bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho dan Peneliti ICW Illian Deta Arta Sari dilaporkan tim dari Kejaksaan Agung yang diwakili Agung Dipo, Kabid Hubungan Media Massa Puspenkum Kejagung. Agung mengaku, ia sebagai jaksa, atas nama Kejagung melaporkan adanya fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Emerson dan Illian. Saya atas nama kejaksaan, saya minta izin pimpinan. Dan disetujui, bahwa oke, jaksa adalah satu, katanya.
Agung merasa gerah dengan pemberitaan Rakyat Merdeka edisi 5 Januari 2009. Di halaman pertama kolom dua, tiga, dan empat, lalu bersambung ke halaman 19 kolom lima dan enam koran tersebut, Emerson dan Illian dianggap telah mengeluarkan pernyataan yang meruntuhkan citra Kejaksaan Agung. Pemberitaan itu berjudul Uang Perkara Korupsi Kok Malah Dikorupsi: Kenapa Duit 7 Triliun Belum Masuk Negara. Menurut Agung, bukan hanya Rakyat Merdeka yang menulis berita itu. Ada beberapa koran daerah, ujarnya.
Sebegaimana diketahui, saat peringatan Hari Antikorupsi 9 Desember lalu, Kejagung mengklaim telah menyelamatkan uang negara sebanyak Rp8 triliun dan AS$18 juta dalam rentang waktu 2004-2008. Tapi, ICW berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menghitung baru Rp382 miliar yang dikembalikan kepada negara, sisanya ditenggarai masih menginap di rekening titipan kejaksaan. Emerson dalam berita itu mempertanyakan sisa uang perkara korupsi yang belum juga disetor. Padahal, Pasal 16 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur semua penerimaan, termasuk uang perkara korupsi, harus disetor ke kas negara atau kas daerah.