Langkah-langkah Manajemen Risiko Hukum Penyedia Jasa Keuangan
Berita

Langkah-langkah Manajemen Risiko Hukum Penyedia Jasa Keuangan

Beberapa prosedur dalam penerapan APU PPT adalah melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap nasabah, melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap beneficial owner, penutupan hubungan dan penolakan terhadap transaksi yang mencurigakan.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Program APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme) merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Penyedia Jasa Keuangan (PJK) secara keseluruhan. Namun yang menjadi dasar penerapan APU PPT adalah penilaian risiko (risk assessment) khusus atas risiko Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPU/TPPT).

 

Dengan menerapkan Risk-Based Approach (pendekatan berbasis risiko) otoritas dan PJK di harapkan dapat memastikan tindakan pencegahan TPPU/TPPT yang dilakukan telah tepat atau sepadan dengan risiko yang telah diidentifikasi. Selain itu, dengan menerapkan Risk-Based Approach (RBA) otoritas dan PJK dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efektif dalam pencegahan TPPU/TPPT.

 

Untuk diketahui, dalam penerapan RBA untuk pencegahan TPPU/TPPT, PJK memiliki 2 kewajiban pokok. “Melakukan penilaian risiko dan melaksanakan manajemen dan mitigasi risiko,” kata Deputi Direktur Grup Penanganan APU PPT Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rinto Teguh Santoso, dalam pelatihan hukumonline, Selasa (31/10), di Jakarta.

 

Untuk aspek penilaian risiko, Rinto menyebutkan bahwa PJK wajib mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko TPPU/TPPT yang terkait dengan nasabah, Negara atau area geografis, produk, jasa dan transaksi, serta jaringan distribusi (delivery channels). Kemudian dalam melaksanakan manajemen dan mitigasi risiko, PJK wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang disetujui oleh Dewan Komisaris, kemudian melakukan pengawasan penerapan program APU PPT.

 

(Baca Juga: Sektor Jasa Keuangan Berisiko Jadi Media Pendanaan Terorisme dan TPPU)

 

Rinto juga menjelaskan 5 pilar utama yang harus diperhatikan dalam penerapan APU PPT oleh PJK. Pertama, pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris. Disebutkan bahwa peran Dewan Komisaris adalah memberikan persetujuan untuk kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat strategis.

 

“Kebijakan, pengawasan, dan prosedur yang sifatnya signifikan dan mendasar,” ujarnya.

 

Sementara, peran direksi adalah memberikan persetujuan untuk kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat teknis. Aspek ini merupakan ketentuan lebih lanjut dari kebijakan strategis yang dikeluarkan oleh Dewan Komisaris.

 

Pengawasan Aktif Dewan Komisariat Paling Kurang Meliputi:

1. Persetujuan atas kebijakan dan prosedur yang diusulkan oleh Direksi.

2. Pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan program APU PPT.

3. Memastikan adanya pembahasan terkait pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme dalam rapat Direksi dan Dewan Komisaris.

Pengawasan Aktif Direksi Paling Kurang Meliputi:

1. Memastikan PJK memiliki kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT.

2. Mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis yang bersifat strategis kepada Dewan Komisaris.

3. Memastikan penerapan program APU dan PPT sesuai kebijakan dan prosedur.

4. Membentuk UKK dan/atau pejabat penaggungjawab.

5. Melakukan pengawasan atas kepatuhan penerapan program APU dan PPT.

6. Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi di SJK serta sesuai dengan perkembangan modus.

7. Memastikan seluruh pegawai, khususnya pegawai dari satuan kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan APU dan PPT secara berkala.

Tags:

Berita Terkait