Larangan Rangkap Jabatan Aparatur Negara
Terbaru

Larangan Rangkap Jabatan Aparatur Negara

Sudah diatur dalam berbagai peraturan perundangan, agar menghindari kkonflik kepentingan. Seperti UU Pelayanan Publik, UU BUMN, UU Administrasi Pemerintahan, hingga putusan MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Praktik rangkap jabatan di pemerintahan sudah menjadi rahasia umum, kendatipun adanya larangan. Padahal tujuan larangan rangkap jabatan sebagai upaya agar negara memberikan jaminan pelayanan publik secara optimal  dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Termasuk menghindari benturan kepentingan. Tapi, faktanya ada puluhan pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diketahui rangkap jabatan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Anggota Tim Kampanye dan Advokasi Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (Fitra) Gulfino Guevaratto, mengatakan pelaksana pelayanan publik merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam upaya optimalisasi pelaksana pelayanan publik, telah diatur larangan rangkap jabatan. Sepertihalnya dalam Pasal 17 huruf a UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pasal 17 huruf a menyebutkan, “Pelaksana dilarang: a.merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;”. Melalui aturan tersebut, peran perusahaan BUMN dalam perekonomian nasional diperlukan pengurusan dan pengawasan secara profesional.

Manifestasi profesionalisme, menurut Gulfino telah dirumuskan dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 33 UU 19/2003 menyebutkan, “Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: (1) anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau (2) jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

“Dapat ditafsirkan, ASN yang memiliki jabatan dilarang untuk merangkap sebagai komisaris BUMN,” ujarnya melalui keterangannya kepada Hukumonline, Kamis (9/3/2023).

Baca juga:

Sekalipun terdapat Peraturan Menteri (Permen) BUMN No.11 Tahun 2021 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN yang membolehkan rangkap jabatan komisaris BUMN, namun perlu dicermati dalam konsep hierarki perundang-undangan mengacu pada asas lex superior derogate legi inferiori. Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan yang derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.

Mengacu asas lex superior derogate legi inferiori, aturan dalam Permen BUMN 11/2021 yang membolehkan rangkap jabatan mestinya tak lagi berlaku. Pasalnya, bila tetap dipertahankan justru menciptakan ketidakpastian hukum. Alih-alih menciptakan kepastian, justu menciptakan kekacauan hukum karena menciptakan pertentangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait