Larangan Rangkap Jabatan Aparatur Negara
Terbaru

Larangan Rangkap Jabatan Aparatur Negara

Sudah diatur dalam berbagai peraturan perundangan, agar menghindari kkonflik kepentingan. Seperti UU Pelayanan Publik, UU BUMN, UU Administrasi Pemerintahan, hingga putusan MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Tak hanya itu, terdapat putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang memberikan penegasan larangan rangkap jabatan yang berlaku tidak hanya pada Menteri namun juga kepada Wakil Menteri (Wamen). Alasan mahkamah, karena pengangkatan dan pemberhentian Wamen) merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana halnya Menteri. Oleh karena itu, Wamen statusnya harus ditempatkan seperti Menteri. 

“Berdasarkan temuan Seknas Fitra, Wamen Keuangan juga menjabat sebagai komisaris Perusahaan Listrik Negara (PLN),” ujarnya.

Ada pula UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Implikasinya, ASN yang diakui sebagai profesi wajib menginkorporasikan prinsip-prinsip keprofesian di dalam diri dan pekerjaannya. Sistem keprofesian selalu menyertakan kode etik yang secara universal memuat keutamaan-keutamaan universal. Seperti integritas, jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Dalam rangka menjaga agar keutamaan tersebut tetap terpelihara, ASN wajib menghindari situasi dan kondisi di mana prinsip-prinsip profesionalitasnya tergadaikan. Salah satu ancaman yang paling nyata dan terang adalah konflik kepentingan (conflict of interest).

Menurut Gulfino, sebagai orang yang bekerja di sektor publik tindak tanduknya berkaitan erat dengan hajat masyarakat umum. Sebab ASN adalah pekerjaan yang rawan dengan jebakan dan perangkap konflik kepentingan. Kepentingan publik begitu luas dan umum. Acapkali kepentingan publik tersebut berseberangan dengan kepentingan privat.

Atas dasar itulah pejabat Kemenkeu yang merangkap jabatan di perusahaan BUMN melanggar UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Khususnya Pasal 1 ayat (14) yang menyebutkan, “Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya”.

Nah bila dibiarkan konflik kepentingan, dapat berdampak berpotensi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara. Bahkan, melemahkan kepercayaan masyarakat pada institusi publik tersebut. Konflik kepentingan jika tidak dicegah bisa menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang bakal merugikan banyak pihak.

Sementara Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Roziqin, berpandangan larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara di perusahaan plat merah. Mengacu Pasal 89 UU 19/2003 menyebutkan, “Anggota  Komisaris,  Dewan  Pengawas,  Direksi,  karyawan  BUMN  dilarang  untuk  memberikan atau  menawarkan  atau  menerima,  baik  langsung   maupun  tidak  langsung,  sesuatu  yang berharga  kepada  atau  dari  pelanggan  atau  seorang  pejabat  pemerintah  untuk  mempengaruhi atau  sebagai  imbalan  atas  apa  yang  telah  dilakukannya  dan  tindakan  lainnya  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait