Larangan Rektor Rangkap Jabatan untuk Cegah Konflik Kepentingan dan Kebebasan Akademik
Utama

Larangan Rektor Rangkap Jabatan untuk Cegah Konflik Kepentingan dan Kebebasan Akademik

Diusulkan ketentuan yang mengatur larangan rektor rangkap jabatan dimasukan dalam UU Pendidikan Tinggi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Bivitri melihat ada pandangan yang menyebut rangkap jabatan tidak boleh untuk jabatan yang sifatnya eksekutorial (direksi, red), tapi untuk noneksekutorial seperti komisaris dibolehkan. Tapi, Bivitri mengingatkan sejumlah kajian yang dilakukan beberapa lembaga termasuk Ombudsman RI yang menyebut rangkap jabatan komisaris itu melanggar prinsip good governance.

Menurut Bivitri, larangan rangkap jabatan ini intinya diarahkan pada dua hal. Pertama, mencegah konflik kepentingan dalam konteks anti korupsi dalam pengambilan keputusan. Kedua, menjaga ruang kebebasan akademik karena perguruan tinggi memang tempatnya kaum intelektual: mahasiswa, dosen, dan guru besar. Kebebasan akademik berperan penting untuk mengkritik dan memberi masukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga posisinya (kampus, red) harus independen.

“Jika nanti ada konflik kepentingan, pimpinan (rektor, red) bisa memberi sanksi kepada warga kampus atau membuat peraturan yang membungkam suara dari kampus. Ini bisa berbahaya,” kata Bivitri saat dihubungi Hukumonline, Jumat (23/7/2021).

Tidak paham aturan

Meskipun ada rektor yang merangkap jabatan padahal dalam Statuta kampusnya itu dilarang, Bivitri menilai bisa jadi yang bersangkutan tidak paham aturan. Atau bisa saja mereka menganggap jabatan komisaris atau rangkap jabatan itu hanya soal kesibukan. Sepanjang dia merasa bisa mengerjakan jabatan itu, maka dianggap tidak ada persoalan.

“Padahal yang dikhawatirkan dari rangkap jabatan itu konflik kepentingan karena posisi rektor sebagai pimpinan tertinggi punya kekuasaan di kampus.”

Bivitri berharap ke depan kewenangan kampus jangan dipusatkan pada rektor agar semua kebijakan kampus tidak bertumpu pada keputusan rektor. “Perlu ada kendali kuat dari majelis wali amanat (MWA) dan Senat Akademik (SA),” pintanya.

Untuk diketahui, Pasal 33 UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan “Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a. anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait