LBH Jakarta Sampaikan Catatan Negatif untuk 4 Tahun Gubernur Anies
Terbaru

LBH Jakarta Sampaikan Catatan Negatif untuk 4 Tahun Gubernur Anies

Mulai persoalan kualitas udara; air bersih; banjir; penataan banjir; bantuan hukum; tempat tinggal; pesisir dan pulau-pulau kecil; penanganan pandemi; penggusuran paksa; hingga reklamasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: RES
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: RES

Periode kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, genap 4 tahun sejak dilantik pada 16 Oktober 2017. Ada beberapa catatan yang bisa dijadikan evaluasi bagi Gubernur Anies Baswedan selama memimpin DKI Jakarta selama 4 tahun terakhir.       

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, mengatakan lembaganya mencatat sedikitnya ada 10 permasalahan selama Anies menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Pertama, soal kualitas udara di Jakarta yang tergolong buruk karena melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN) dan Baku Mutu udara Ambien dan baku Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.

Masing-Masing ketentuan itu tertuang dalam PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Kepgub Jakarta No.551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.  

“Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan,” ujar Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana ketika dikonfirmasi, Selasa (19/10/2021).   

Kedua, sebagian warga Jakarta kesulitan mengakses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Masalah ini dihadapi warga Jakarta yang ada di wilayah pinggiran, padat penduduk, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu. Selain kesulitan akses, Arif menilai kualitas air di Jakarta buruk mulai dari pasokan air yang kerap terhambat, dan mutu/kualitas. Buruknya kualitas air berdampak pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi masyarakat.

Ketiga, penanganan banjir yang belum menyasar pada beberapa penyebab banjir. Menurut Arif, banjir yang terjadi di Jakarta sebenarnya terdiri dari beberapa jenis seperti banjir hujan lokal; kiriman hulu; rob; akibat gagal infrastruktur; dan banjir kombinasi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menganggap banjir yang terjadi karena luapan sungai, sehingga fokus penanganan hanya menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir serta cenderung pengerasan (betonisasi).

“Dalam beberapa peraturan Kepala Daerah juga masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait