Marcella berhasil mempertahankan disertasinya tentang Surat Keterangan Kepala Desa Sebagai Bukti Penguasaan Tanah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Juli lalu. Perempuan yang berprofesi sebagai pengacara itu menyimpulkan tiga hal penting dari temuan risetnya.
Pertama, dalam konteks peradilan, Surat Keterangan Kepala Desa (SKKD) tentang tanah dalam beberapa kasus diterima sebagai alat bukti, yaitu alat bukti tertulis yang digunakan para pihak untuk membuktikan hak atau mempertahankan hak atas penguasaan atau pemanfaatan tanah. Dalam praktik surat keterangan kepala desa sering disebut SKT (Surat Keterangan Tanah).
Kedua, kedudukan SKT penting dalam hukum pertanahan nasional terutama berkaitan dengan pembuktian penguasaan dan kepemilikan tanah. Ketiga, meskipun penting, dan lebih mudah diperoleh terutama dibandingkan sertifikat tanah, SKT punya sisi negatif karena acapkali tidak memuat informasi pertanahan yang sesuai kenyataan. Kadangkala ada kepentingan kepala desa untuk membuat surat keterangan dimaksud. Ia juga menyarankan agar pendaftaran tanah dilakukan secara inklusif, artinya mengakomodasi model masyarakat desa serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Bayangkan, jika desa memiliki pangkalan data pertanahan.
Memang, Kepala Desa –atau dengan nama lain -- adalah jabatan yang diakui secara legal. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menempatkan kepala desa sebagai bagian dari pemerintahan desa, yang tugasnya menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kewenangannya banyak, mulai dari memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, dan mengelola aset desa hingga mewakili kepentingan desa di dalam maupun di luar pengadilan. Seorang kepala desa juga berwenang melakukan tugas-tugas yang diamanatkan perundang-undangan lain.