LeIP: Pengaturan dan Praktik Peradilan Belum Maksimal Lindungi Kebebasan Berekspresi
Utama

LeIP: Pengaturan dan Praktik Peradilan Belum Maksimal Lindungi Kebebasan Berekspresi

Karena pengaturan kebebasan berekspresi dirumuskan secara tidak jelas dan meluas tanpa ada penjelasan yang memadai. Pengadilan pun masih mempidana ekspresi yang sah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana diskusi peluncuran laporan penelitian yang dilakukan LeIP berjudul 'Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia', Rabu (30/11/2022). Foto: ADY
Suasana diskusi peluncuran laporan penelitian yang dilakukan LeIP berjudul 'Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia', Rabu (30/11/2022). Foto: ADY

Kebebasan berekspresi merupakan bagian dari HAM yang dijamin konstitusi. Namun, dalam praktiknya selama ini jaminan hak kebebasan berekspresi di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih ada aturan yang menghambat pelaksanaan kebebasan berekpresi dalam sejumlah peraturan perundangan-undangan dan praktik peradilan.

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Zainal Abidin mengatakan ada berbagai macam regulasi yang mengatur kebebasan berekspresi antara lain UUD NKRI Tahun 1945, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, kovenan Sipol yang diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005 dan lainnya. Intinya hak atas kebebasan berekspresi merupakan bagian dari hukum positif Indonesia dan sebagai hak konstitusional warga negara.

“Kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental dalam konstitusi dan peraturan perundangan Indonesia serta hukum HAM internasional,” kata Zainal dalam webinar peluncuran laporan penelitian berjudul “Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia,” Rabu (30/11/2022).

Baca Juga:

Namun, selama ini kebebasan berekspresi di Indonesia terus menghadapi tantangan karena masih ada berbagai aturan yang menghambat, seperti KUHP, UU ITE, dan lainnya. Begitu pula dengan berbagai putusan pengadilan yang menunjukkan ketiadaan pertimbangan hukum yang memadai, khususnya dalam menilai apakah suatu perbuatan merupakan ekspresi yang sah dan dijamin atau memang benar-benar merupakan tindak pidana.

Dari hasil riset yang dilakukan LeIP terhadap 134 putusan pengadilan, Zainal menyimpulkan secara umum kebebasan berekspresi belum dilindungi secara maksimal dalam peraturan dan praktik peradilan pidana di Indonesia. Ketentuan pidana menyulitkan untuk membedakan ekspresi yang sah dan dapat dibatasi. Rumusannya tidak jelas dan luas tanpa ada penjelasan yang memadai.

Salah satu sebabnya, ada kesalahan terjemahan dalam KUHP Indonesia dari definisi asli dari KUHP Belanda. Kemudian pengaturan dan perumusannya dilakukan dengan mendasarkan pada dampak yang subjektif. Selain itu, pengadilan melalui putusannya masih mempidanakan ekspresi yang sah. Belum menggunakan tafsir yang tepat dan seragam terkait hak kebebasan berekspresi.

Tags:

Berita Terkait