LeIP Persoalkan Promosi Empat Ketua Pengadilan Tinggi
Berita

LeIP Persoalkan Promosi Empat Ketua Pengadilan Tinggi

Jakarta, hukumonline. Baru diangkat satu hari, beberapa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) yang dipromosikan kemarin, Kamis (21/9) mendapat respons negatif. Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menilai empat orang di antara 13 KPT yang diangkat bermasalah.

Oleh:
Nay/Rfl
Bacaan 2 Menit
LeIP Persoalkan Promosi Empat Ketua Pengadilan Tinggi
Hukumonline

Hati-hati memilih pejabat di lingkungan peradilan. Kalau tidak, bisa menuai kritik dari masyarakat. Hal inilah yang terjadi pada empat Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) yang dipromosikan kemarin bersamaan dengan purnabakti Ketua Mahkamah Agung (MA) Sarwata.

Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menganggap empat di antara 13 KPT yang diangkat bermasalah. Mereka adalah Amurlan Siregar (mantan KPT Jayapura sekarang menjadi KPT Tanjungkarang), Ben Suhanda Syah (mantan KPT Jambi sekarang menjadi KPT Surabaya), Slamet Riyanto (mantan KPT Pontianak sekarang KPT Medan), dan Henry Kapen Silalahi (mantan Wakil Ketua PT Jawa Tengah sekarang menjadi KPT Surabaya).

Keempat nama di atas pernah dicalonkan sebagai hakim agung ke DPR, tapi gagal. Amurlan dan Ben Suhanda lolos dalam seleksi awal, tapi gagal dalam fit and proper test. Sementara Slamet dan Henry sudah gagal duluan sebelum mengikuti uji kelayakan dan kepatutan.

Seperti yang tertera dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Eksekutif Rifqi Sjarief Assegaf, LeIP menganggap keempat orang itu memang tak layak untuk menjadi hakim agung. Dan karenanya pula tak layak juga untuk jabatanKPT. Dalam pandangan LeIP, keempat KPT yang baru itu memiliki kelemahan-kelemahan, dalam hal  integritas dan kejujuran, pemahaman hukum, dan/atau visi dan misi.

Beberapa catatan

Berikut catatan LeIP tentang keempat KPT baru itu. Slamet Riyanto adalah calon yang paling banyak record buruknya. Ia pernah dibebaskan dari jabatan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) karena melakukan perbuatan tercela. Dalam pencalonan sebagai hakim agung, Slamet tak memberikan keterangan mengenai harta kekayaannya secara benar kepada DPR. Selain itu ada pula surat keberatan terhadapnya dari masyarakat.

Henry Kapen Silalahi mendapat penolakan dari DPD Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Bengkulu. Selain itu, berdasarkan catatan LeIP, harta kekayaannya sangat banyak dan tidak jelas berasal dari mana. Beberapa catatan mengenai harta kekayaannya adalah tabungan di BCA Kuningan sebesar Rp 130 juta, tabungan di BRI Tanah Abang sebesar Rp. 200 juta, dan deposito di BCA Tomang Raya sebesar AS $ 33.000 (atas nama istri). Jumlah itu, bagi LeIP, sangat besar untuk hitungan seorang hakim.

Mengenai Ben Suhanda Syah, LeIP mengakui tak terlalu memiliki informasi yang memadai untuk menilainya. Tapi, dalam catatan lembaga itu, Ben diketahui memiliki tanah sawah seluas 3 ha dan tanah darat 2 ha, yang merupakan warisan. Tapi yang pasti, tambah LeIP, visi dan misi Ben terhadap reformasi hukum sangat lemah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: