Leksikologi dan Leksikografi: Jejak Penulisan Kamus Hukum di Indonesia
Fokus

Leksikologi dan Leksikografi: Jejak Penulisan Kamus Hukum di Indonesia

Pada awalnya hanya ada kamus hukum umum. Dalam perkembangannya, kamus-kamus yang lebih spesifik mulai bermunculan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Pada periode 1970-1990, peran BPHN memang sangat besar bukan saja dalam penulisan kamus hukum, tetapi juga melakukan evaluasi terhadap perkembangan bahasa hukum di Indonesia. Sekadar contoh, pada 1975, BPHN bersama Subkorsorsium Ilmu Hukum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghasilkan ‘Laporan Penelitian Pembakuan Istilah Hukum’.

 

Hukumonline.com

Deretan kamus hukum di sebuah perpustakaan. Foto: MYS

 

Penulisan leksikografi hukum tidak lepas dari model pembakuan istilah-istilah hukum. Pada mulanya, sebutlah fase pertama, penulisan istilah-istilah hukum dipergunakan untuk pengajaran di fakultas-fakultas hukum yang baru terbentuk setelah 1950-an. Pada saat itu, perundang-undangan Indonesia masih banyak mempergunakan warisan Belanda, dan praktis bahasa hukumnya pun merujuk pada bahasa Belanda. Pada 1964, misalnya, A.W Salayan menerbitkan Ensiklopedia Hukum di Padang, yang mungkin dihimpun untuk kebutuhan Sekolah Menengah Kehakiman Atas –kelak berubah menjadi Sekolah Hakim dan Djaksa (SHD). Bahan ini adalah bagian dari pelajaran yang Salayan berikan sejak 1954 di SMKA dan SHD, dilanjutkan bahan ajar di fakultas dan akademi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

 

Salayan menulis dalam Ensiklopedia Hukum: “Terasa kesulitan yang dialami pemuda-pemuda kita dalam mempelajari hukum yang berlaku di negara kita”. Ia melanjutkan, “dapat dibayangkan bagaimana susahnya bagi mereka mempelajari peraturan Belanda tanpa menguasai bahasanya”. Dalam rangka menolong para pemuda Indonesia itulah Salayan mengumpulkan satu persatu istilah hukum beserta konteks penggunaannya beserta yurisprudensi jika ada ke dalam sebuah buku yang awalnya diberi judul ‘Istilah Hukum dan Pengertiannya’.

 

Pada dekade 1970-an, A.B Loebis, seorang pensiunan hakim yang kemudian beralih profesi menjadi pengacara menulis sebuah Kamus Hukum Yurisprudensi. Bentuknya pun masih stensilan. Kamus karya Salayan dan AB Loebis ini mungkin sudah sulit ditemukan di pusat-pusat kajian hukum. Kamus lain yang terus dimutakhirkan, dan cetakan pertamanya diterbitkan pada 1969 adalah Kamus Hukum karya Prof. R. Subekti dan Tjitrosoedibio. Kamus ini sudah berkali-kali cetak ulang; pada 1989 sudah cetakan kesepuluh.

 

Asis Safioeddin memberikan kontribusi dalam leksikografi Indonesia dengan menerbitkan buku Daftar Kata Sederhana tentang Hukum. Edisi perdana kamus hukum ini dterbitkan pada 1978. Belakangan, Asis juga dilibatkan BPHN dalam proyek penelitian dan pengembangan hukum.

 

Baca juga:

 

Peran BPHN

Seperti disebutkan Abdul Chaer, Pusat Bahasa berperan besar dalam penulisan kamus hukum. Di Indonesia, peran itu dijalankan bersama dengan BPHN. Pada 1980-an, dimulailah era pengkajian istilah dan penulisan kamus hukum antara BPHN dan Pusat Bahasa –dulu namanya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah membentuk tim-tim pengkajian dan penulisan, serta mengundang para akademisi dan praktisi hukum.

Tags:

Berita Terkait