Leksikologi dan Leksikografi: Jejak Penulisan Kamus Hukum di Indonesia
Fokus

Leksikologi dan Leksikografi: Jejak Penulisan Kamus Hukum di Indonesia

Pada awalnya hanya ada kamus hukum umum. Dalam perkembangannya, kamus-kamus yang lebih spesifik mulai bermunculan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Berkembangnya pengkajian dan penulisan bahasa hukum dan kamus hukum tidak lepas dari political will para pejabat di Kementerian Kehakiman dan BPHN. Ketua BPHN saat itu, Teuku M. Radhie, bahkan punya ‘mimpi’ Indonesia memiliki kamus hukum lengkap, dalam arti kamus berseri sesuai bidang-bidang hukum. Nanti, seri kamus hukum itu digabung menjadi kamus hukum lengkap. Gagasan ini mendapat dukungan dari Menteri Kehakiman Mochtar Kusuma Atmadja dan penggantinya, Ismail Saleh.

 

Maka, lahirlah Kamus Hukum Pidana, baik versi prapublikasi maupun versi publikasi. Disusul kemudian Kamus Hukum Umum. BPHN juga berperan mendorong terjemahan kamus hukum Fockema Andreae’s Rechtsgeleerd Handwoordenboek yang diterbitkan H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn (1977). Jadilah buku terjemahan itu menjadi ‘Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia’ (Binacipta, Bandung, 1983).

 

Beberapa akademisi yang terlibat proyek penelitian dan pengembangan hukum di BPHN pun ikut menulis kamus hukum yang diterbitkan perusahaan penerbit. Misalnya, kamus hukum yang ditulis Andi Hamzah, dan mantan Kepala BPHN JCT Simorangkir dkk, Kamus Hukum. BPHN juga menerbitkan Laporan Akhir Tim Penyusunan Kamus Hukum (1992).

 

Setelah era 1990-an, penulisan kamus hukum terus berlanjut meskipun tidak seberkembang dekade sebelumnya. Terjadi pergeseran pada peran BPHN, karena kamus-kamus hukum yang terbit kemudian lebih banyak dihasilkan akademisi. Bahkan perusahaan penerbit pun ikut menerbitkan kamus hukum tanpa menyebut siapa editor atau penghimpunnya. Tersebutlah Kamus Hukum yang diterbitkan CV Citra Umbara Bandung dan beberapa terbitan kamus istilah yang dibuat oleh Tim Redaksi Tata Nusa.

 

Apapun jenisnya, entah kamus, thesaurus, atau ensiklopedia, referensi ini ditujukan untuk memudahkan orang memahami suatu istilah atau konsep hukum. Dalam konteks ini pula karya Andrew Sriro, Sriro’s Desk Reference on Indonesian Law dapat dibaca, yakni bagaimana memudahkan orang memahami hukum Indonesia dan istilah-istilah yang dipergunakan. Demikianlah fungsi kamus-kamus lain yang pernah diterbitkan.

 

Kini, jika Anda mengunjungi toko buku Gramedia di Jalan Margonda Raya Depok, atau ke toko buku lain, cobalah telusuri ke rak kamus bahasa. Mungkin Anda masih menemukan satu dua kamus hukum yang terbit belakangan. Perjalanan kamus hukum di Indonesia mendapat tantangan nyata ketika era digital mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Mencari arti istilah hukum tertentu, kini, tinggal klik google, niscaya akan muncul apa yang Anda inginkan. Sejarah leksikografi Indonesia telah menemukan wadah baru yang lebih mudah diakses. Yudha Pandu mengatakan usaha cetak (kamus hukum) semakin ditinggalkan karena sudah ada perkembangan digitalisasi. Siapapun bisa mengakses arti kata atau istilah hukum tertentu secara daring.

Tags:

Berita Terkait