Lelang Benda Sitaan Sebelum Putusan Berkekuatan Hukum Tetap

Lelang Benda Sitaan Sebelum Putusan Berkekuatan Hukum Tetap

KUHAP membenarkan lelang atas benda yang disita penyidik. Jika bukan hasil kejahatan dan bukan barang bukti yang dihadirkan ke persidangan, harus dikembalikan.
Lelang Benda Sitaan Sebelum Putusan Berkekuatan Hukum Tetap

Lelang benda sitaan umumnya dilakukan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Itulah yang lazim dikenal lelang eksekusi. Lelang semacam itu dilakukan sebagai wujud eksekusi putusan pengadilan. Berdasarkan data yang diperoleh Hukumonline dari Kementerian Keuangan, pada tahun 2019, tidak kurang dari 142 barang sitaan yang dilelang berdasarkan Pasal 45 KUHAP. Tak semua barang sitaan ini laku terjual.

Selain lelang eksekusi, hukum Indonesia mengenal lelang sebelum putusan pengadilan dijatuhkan dan berkekuatan hukum tetap. KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) memungkinkan penjualan lelang benda sitaan sebelum adanya putusan hakim. Penjualan lewat lelang benda-benda sitaan penyidik, atau pada tahap penuntutan atau pemeriksaan pengadilan, diatur dalam Pasal 45 KUHAP. Lelang semacam ini dapat didasarkan pada perintah instansi penyidik berdasarkan kewenangan yang dimiliki, penetapan yang diterbitkan instansi penuntut umum, atau perintah hakim yang sedang memeriksa perkaranya. 

Pertanyaan mendasar berkaitan dengan penjualan lelang benda sitaan adalah: apakah lelang benda sitaan dimungkinkan secara hukum padahal belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap? Jika ya, bukankah lelang benda sitaan itu berlawanan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)? Lelang itu menunjukkan seolah-olah sejak awal sudah dinyatakan bersalah dan benda-benda yang dimilikinya dapat disita dan dijual kepada orang lain melalui lelang. 

Atas dasar itu pula, para akademisi dan praktisi Indonesia berbeda pendapat mengenai keabsahan lelang sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Akademisi Universitas Lambung Mangkurat yang kemudian menjadi hakim agung, Abdurrahman, termasuk yang menganggap lelang tersebut bertentangan dengan prinsip presumption of innocence. Tindakan lelang itu bermakna memvonis barang yang dilelang ada hubungannya dengan kejahatan, padahal kesalahan terdakwa belum terbukti. Pandangan Abdurrahman ini dapat dibaca dalam bukunya ‘Pembaharuan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Pidana Baru di Indonesia (1980). 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional