Lewat Disertasi, Advokat Kritik Alasan Awal Kebijakan Bailout Century
Berita

Lewat Disertasi, Advokat Kritik Alasan Awal Kebijakan Bailout Century

Saat ditanya dasar mengambil kebijakan bailout Century karena rumor.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit

Secara umum BFT menerangkan bagaimana perilaku manusia dalam mengambil kesimpulan, khususnya terhadap perilaku ekonomi dalam bidang investasi. Menurutnya, investor terkadang tidak selalu menggunakan parameter yang bersifat rasional dan fundamental, tetapi juga situasi dan kondisi, salah satunya melalui rumor yang dimatangkan oleh ilmu dan teknologi. Atas dasar itu, dari teori ini bisa diambil kesimpulan bahwa dapat dimungkinkan seseorang mengambil keputusan karena panik.

“Misalnya nih ya internet. Seorang investor, baik kecil, menengah, atau besar, kadang-kadang kalau dia ingin membeli saham di pasar bursa, dia tidak perlu melihat yang akan dibeli bagus atau tidak perusahaannya, karena dia sudah terpengaruh dengan kondisi yang dimatangkan teknologi tadi. Sehingga saat membaca internet, dia bisa memutuskan 'saya akan membeli ini aja',” papar Suhardi.

Untuk teori silogisme, setidaknya ada dua premis yang dibangun. Keduanya, lanjut Suhardi, adalah premis mayor dan premis minor, sehingga akhirnya menghasilkan sebuah kesimpulan. “Dengan catatan kedua premis itu harus benar baru bisa dipakai dalam kasus ini,” tambahnya.

Ia menjelaskan, pada 2008 terjadi krisis global ekonomi yang dipicu Amerika. Hal ini merupakan premis mayor pertama yang secara faktual benar. Kemudian premis berikutnya Indonesia adalah bagian dari dunia, tidak bisa lepas dari Amerika. Akhirnya disimpulkan pada tahun 2008 telah terjadi krisis ekonomi, sehingga kebijakan yang diambil pemerintah tepat.

“Itu kondisinya ya. Jadi harus ada kondisi yang bisa dibuktikan melalui teori silogisme itu. Ngga bisa pemerintah asal bilang mau bailout kalau terjadi kondisi serupa,” sebut ayah tiga anak ini.

Karena teori sudah ada, maka setiap kebijakan negara harus dimatangkan berdasarkan teori-teori itu. Ia menyarankan agar kebijakan  tersebut tidak dimatangkan hanya berdasarkan rumor. “Jadi ada disiplin, ada karakter, ada norma, ada ukuran, ada standar. Harus kita stop pemerintah, rumor bukan dasar hukum. Kita mesti melihat kondisi umum dan teori yang bisa diterapkannya,” ujar Suhardi.

Saat ini, lanjut Suhardi, tengah dipersiapkan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Ia berharap, dalam penyusunan UU ini tidak ada norma yang diselundupkan. “RUU JPSK ini kan sedang dipersiapkan. Jangan sampai di RUU JPSK menimbulkan norma-norma yang bisa dinterpretasikan terlalu luas. Kita hindari pasal-pasal karet yang memungkinkan orang melakukan penyalahgunaan kewenangan,” kritiknya.

Tags:

Berita Terkait