Lex Artificialis Intelligentia, Quo Vadis Pendidikan dan Profesi Hukum
Kolom

Lex Artificialis Intelligentia, Quo Vadis Pendidikan dan Profesi Hukum

Kita dihadapkan tantangan etika baru dan perlunya penyesuaian norma legislasi serta regulasi penyelenggaraan pendidikan dan profesi hukum terhadap pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia.

Bacaan 7 Menit

ChatGPT bekerja dengan menerapkan algoritma Pembelajaran Penguatan dari Umpan Balik Manusia (Reinforcement Learning from Human Feedback/RLHF), sebuah algoritma yang bergantung pada tanggapan manusia untuk membuat model baru yang disajikan dalam antarmuka obrolan intuitif dengan tingkat memori tertentu. Artinya ChatGPT memiliki kebergantungan dengan kuantitas, kualitas, dan kompleksitas pertanyaan yang diajukan dari para pengguna. Kombinasi platform machine learning dan data analysis behaviour melalui interaksi dan transaksi data berbentuk pertanyaan, maka jawaban ChatGPT seiring waktu akan mampu meningkat dari biasa (mediocre) menjadi bagus (best fit). Sebagaimana kecerdasan manusia yang juga terus meningkat jika terus dan serius dalam mempelajari suatu objek pembelajaran.

Pemanfaatan AI memiliki karakter yang masif dan eskalatif karena kemudahan dan kecepatan akses teknologi informasi atau media internet. Hanya dengan sekali sentuh maka dapat disebarkan data secara meluas dan berubah dalam berbagai format dalam waktu yang singkat. Utilisasi data dari A.I. termasuk kegiatan pengumpulan data (data collecting); penelisikan data (data crawling); dan analisis perilaku interaksi data (data behavior analyzing).

Data dimaksud harus mampu dimonetisasi dan divaluasi dalam indikator finansial sebelum mampu menjadi nilai kompetitif sebagai model bisnis. Model bisnis yang kemudian berbasis platform aplikasi tidak hanya jaringan dan jasa, baik dalam perdagangan elektronik (e-commerce), teknologi finansial (FinTech), cryptonomic. Perusahaan melakukan monetisasi data (data monetizing, data capitalization) sebagai alat pertumbuhan finansial. Konseptual implementasinya adalah melalui D-N-A (Device-Network-Apps) yaitu ketersediaan perangkat seperti dawai cerdas/devices (smartphone/tablet/laptop); keterhubungan jaringan teknologi informasi/networks (Internet, pita lebar, satelit); dan kemudahan perolehan dan pemanfaatan aplikasi/applications oleh publik (operating system friendly, open apps).

Pemanfaatan kecerdasan buatan oleh masyarakat Indonesia sejalan dengan transformasi menuju Masyarakat 5.0 (Society 5.0). Masyarakat 5.0 adalah suatu terminologi faktual dan futurikal yang yang dipahami sebagai suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) sehingga kecerdasan buatan (Artificial Intelligence-A.I.) akan mentransformasi Big Data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things-IoT). Termasuk pula melalui pemanfaatan Blockchain (cryptonomic), Learning Machine, dan Robotic sehingga menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan.

Transformasi menuju Masyarakat 5.0 akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna.Trio teoretikus sepanjang masa yaitu Socrates, Aristoteles, dan Plato akan terkaget-kaget kalaulah tidak dikatakan gamang jika mereka masih bisa menjadi saksi hidup dari Revolusi Industri Keempat atau The Fourth Industrial Revolution. Evolusi bahkan revolusi penyelenggaraan pendidikan dan praktik hukum tidak hanya memiliki karakter filosofis, historis, humanis, sosiologis, psikologis, bahkan ekonomis namun sudah mengarah kepada teknologis. Ternyata yang dapat mengantisipasi permasalahan yang muncul akibat pemanfaatan teknologi adalah sistem hukum, bukan teknologinya itu sendiri.

Gregory N. Mandel memberikan ketegasan hal dimaksud dalam “History Lessons for a General Theory of Law and Technology", Minnesota Journal of Law in Science and Technology, Vol. 8:2, 2007 yaitu: “The marvels of technological advance are not always risk- free. Such risks and perceived risks often create new issues and disputes to which the legal system must respond.

Pemahaman terhadap apa pengertian dan bagaimana fungsi Hukum Kecerdasan Buatan di Indonesia tentu sangat erat dengan pendekatan teori hukum. Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Konvergensi memberikan definisi Lex Artificialis Intelligentia atau Hukum Kecerdasan Buatan adalah yang meliputi asas-asas dan kaidah serta meliputi lembaga serta proses-proses yang mewujudkan Hukum Kecerdasan Buatan ke dalam kenyataan kehidupan Masyarakat 5.0 sebagai peradaban digital global. Hukum Kecerdasan Buatan memiliki pula fungsi hukum sesuai dengan konseptual teoritikal dari Sjachran Basah (Sjahran Basah, Tiga Tulisan tentang Hukum, 1986) yaitu:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait