Lex Artificialis Intelligentia, Quo Vadis Pendidikan dan Profesi Hukum
Kolom

Lex Artificialis Intelligentia, Quo Vadis Pendidikan dan Profesi Hukum

Kita dihadapkan tantangan etika baru dan perlunya penyesuaian norma legislasi serta regulasi penyelenggaraan pendidikan dan profesi hukum terhadap pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia.

Bacaan 7 Menit
  1. Fungsi Direktif bahwa Lex Artificialis Intelligentia berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara;
  2. Fungsi Integratif bahwa Lex Artificialis Intelligentia berfungsi sebagai pembina kesatuan bangsa;
  3. Fungsi Stabilitatif bahwa Lex Artificialis Intelligentia berfungsi sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
  4. Fungsi Perfektif bahwa Lex Artificialis Intelligentia berfungsi sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan pemerintah (administrasi negara), maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat; dan
  5. Fungsi Korektif bahwa Lex Artificialis Intelligentia berfungsi baik terhadap warga negara maupun pemerintah (administrasi negara) dalam mendapatkan keadilan.

Rekognisi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan Hukum

Pendidikan hukum di Indonesia memiliki keterhubungan dengan karya dan karsa monumental tokoh nasional dan internasional yaitu Mochtar Kusumaatmadja. Mochtar menggagas dan mewujudkan sistem pendidikan hukum yang terkait dengan perlunya seseorang menyikapi permasalahan (attitudinal problem) sebagai anggota masyarakat yang sedang membangun.

Sehingga diperlukan metode pengajaran hukum yang menjamin partisipasi maksimal dari para mahasiswa dalam proses pendidikan yang membangkitkan kemampuan-kemampuan kreatif dan tidak hanya menggunakan sistem perkuliahan yang membiasakan mahasiswa pada sikap yang pasif (Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, 1975). Sistem perkuliahannya melalui diskusi kelompok dan metode dialektika (Socratic method), juga menulis karya ilmiah yang diseminarkan di kelas. Mochtar melanjutkan pula bahwa tidak kalah pentingnya selain keilmuan hukum adalah melatih kemahiran dan keterampilan hukum (legal skills) dari para mahasiswa melalui lembaga bantuan hukum, program magang di kantor hukum, kejaksaan, pengadilan, kementerian/lembaga.

Mahasiswa ataupun dosen yang berinteraksi dengan A.I. perlu menyikapi dengan tepat tujuan dan tepat kemampuan, sehingga pemanfaatan ChatGPT tidak diposisikan dengan label penghambat pembelajaran atau media kecurangan. ChatGPT sebagai learning machine telah mendisrupsi monopoli search engine seperti Google atau Wikipedia. Siapakah sivitas akademika yang hari ini tidak menggunakan “Mbah” Google sebagai instrumen pembantuan untuk pendidikan dan penelitian. Menjadikan A.I sebagai media inovasi dan kolaborasi dalam akselerasi pendidikan hukum merupakan keniscayaan Masyarakat 5.0 di Indonesia.

Mendasarkan tujuan pendidikan hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja maka pemanfaatan platform A.I. seperti ChatGPT dilakukan dengan pendekatan R-E-D (Read-Exercise-Discussions) yaitu:

  1. Read, mahasiswa mengakses beragam substansi ilmu hukum dan kaidah/norma (hukum positif) dengan lebih cepat, cermat, dan tepat melalui platform kecerdasan buatan;
  2. Exercise of legal skills, mahasiswa mengakses berbagai dinamika praktik hukum dan kasus hukum untuk meningkatkan kemahiran serta keterampilan hukum melalui platform kecerdasan buatan; dan
  3. Discussions, mahasiwa meningkatkan kemampuan penalaran hukum dan argumentasi hukum sebagai legal mind dengan mengakses serta utilisasi tanya-jawab melalui platform kecerdasan buatan.

Urgensi Kecerdasan Buatan dalam Profesi Hukum

Pemanfaatan teknologi informasi untuk profesi hukum secara historikal diawali di Amerika Serikat dengan Lexis Nexis dan Westlaw, di Kanada dengan Quicklaw, juga di Indonesia dengan Hukum Online, sebagai jaringan pusat data hukum (data base networks) untuk melakukan penelusuran hukum (legal discovery, legal research) dan beragam keputusan badan peradilan.

Tags:

Berita Terkait