Literasi Jasa Keuangan Rendah, Pelanggaran Hak Konsumen Berisiko Meningkat
Utama

Literasi Jasa Keuangan Rendah, Pelanggaran Hak Konsumen Berisiko Meningkat

Meningkatkan literasi jasa keuangan pada masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah dan harus secara terus-menerus disosialisasikan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Sagara, dalam Kuliah Umum “Peran OJK Meningkatkan Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan Serta Perlindungan Konsumen” di Padang, Jumat (13/3). Foto: OJK
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Sagara, dalam Kuliah Umum “Peran OJK Meningkatkan Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan Serta Perlindungan Konsumen” di Padang, Jumat (13/3). Foto: OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan inklusi jasa keuangan masyarakat Indonesia mencapai 76 persen saat ini. Posisi tersebut menandakan sudah sebagian besar masyarakat menggunakan layanan jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, pasar modal dan lainnya. Sayangnya, tingginya angka inklusi tersebut belum diimbangi dengan literasi atau pemahaman mendalam masyarakat terhadap produk-produk jasa keuangan. Masih berdasarkan data OJK, tercatat baru sekitar 35 persen masyarakat memiliki literasi baik jasa keuangan.

 

Kondisi ini tentunya turut meningkatkan permasalahan hukum seperti pelanggaran konsumen jasa keuangan. Masyarakat tidak mengetahui risiko dan manfaat lengkap dari produk-produk jasa keuangan tersebut.

 

“Terjadi gap besar antara inklusi dan literasi. Tingkat literasi yang rendah ini artinya berisiko tinggi bagi masyarakat saat membeli produk jasa keuangan tapi tidak paham, risiko, biaya-biaya serta kewajiban apa saja yang ditanggung. Masyarakat cenderung hanya paham benefit dan manfaat apa dari produk tersebut,” jelas Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Sagara, dalam Kuliah Umum “Peran OJK Meningkatkan Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan Serta Perlindungan Konsumen” di Padang, Jumat (13/3).

 

Tirta menjelaskan rendahnya tingkat literasi ini tidak hanya terjadi di luar kota-kota kecil. Bahkan, kota besar seperti Jakarta masih terdapat masyarakat yang belum memahami risiko dan manfaat dari produk jasa keuangan yang digunakan. Dia mencontohkah masyarakat yang memiliki kendaraan otomatis berhak mendapatkan ganti rugi asuransi Jasa Raharja apabila terjadi kecelakaan.

 

“Sebenarnya, masyarakat sudah beli produk jasa keuangan tapi tapi tidak tahu misalnya Masyarakat belum paham tentang asuransi Jasa Raharja padahal setiap tahun masyarakat bayar (polis). Ini tidak hanya terjadi di daerah saja tapi DKI Jakarta pun masih belum tahu,” jelasnya.

 

Menurut Tirta, meningkatkan literasi jasa keuangan pada masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah dan harus secara terus-menerus disosialisasikan. Saat ini, sedang berkembang berbagai jasa keuangan jenis baru seperti financial technology dan yang dapat menjangkau masyarakat tanpa harus bertemu langsung. Selain itu, masih terdapat produk-produk jasa keuangan lain seperti perbankan, pasar modal, asuransi serta perusahaan pembiayaan.

 

Bentuk perlindungan konsumen pada jasa keuangan juga dilakukan secara kuratif atau penanganan pengaduan dan pengawasan market conduct. Pelaksanan fungsi edukasi keuangan yang efektif yang disertaidenganperluasan akses dan pengembangan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.

Tags:

Berita Terkait