LPSK Nilai Pemberitaan Media Kurang Lindungi Saksi Bom Marriot II
Berita

LPSK Nilai Pemberitaan Media Kurang Lindungi Saksi Bom Marriot II

Media massa semestinya merahasiakan identitas saksi guna keamanan dan keselamatan saksi.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
LPSK Nilai Pemberitaan Media Kurang Lindungi Saksi Bom Marriot II
Hukumonline

 

Ada pelanggaran

Anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi menilai pemberitaan  media massa terutama media televisi agak berlebihan dalam memberitakan peristiwa Bom Marriott II. Saya secara pribadi bukan sebagai Dewan Pers, melihat ada pelanggaran etika jurnalistik, kata Alamudi lewat telepon, Kamis (23/7).

 

Alamudi mengatakan bentuk pelanggaran etika jurnalistik berupa penayangan wajah korban pemboman yang berlumuran darah dan potongan wajah yang diduga sebagai pelaku. Dengan narasi yang berbunyi, ini adalah salah satu potongan kepala tersangka pemboman. Itu mengerikan terutama bagi anak-anak, kata Alamudi. Meski yang mengatakan itu polisi, mestinya media tak boleh ikut-ikutan apa kata polisi.                     

 

Karenanya, ia akan membawah kasus ini ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Besok kita bicarakan soal ini dengan KPI. Kita dan KPI akan memeriksa dan mengambil keputusan secara bersama, jika terbukti melanggar, KPI memberikan sanksi, jelasnya.

 

Soal saksi, ia berpendapat jika saksi meminta agar wajahnya tak diperlihatkan seharusnya media menghormati itu. Misalnya, wajahnya dibuat samar, dan sebagainya. Tetapi masalahnya, apakah saksi itu tak keberatan wajahnya ditampilkan berarti on the record bukan off the record, jadi gak masalah, ujarnya.            

Peristiwa pemboman di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton (Bom Marriott II) yang terjadi pada 17 Juli lalu terus mengundang keprihatinan dari sejumlah pihak, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Melalui sidang paripurna pada Rabu (22/7), LPSK memutuskan untuk segera membentuk tim khusus guna melindungi dan memberi bantuan kepada saksi dan korban. Keputusan itu diambil karena ada beberapa saksi yang merasa takut dan memohon perlindungan kepada LPSK.

 

Komisioner Bidang Hukum, Diseminasi, dan Humas LPSK Lies Sulistiani mengatakan bahwa pihaknya dalam waktu dekat ini akan membentuk Tim Perlindungan Saksi Bom Marriott II. Sementara tim di internal kita. Kalau memang jika ada pihak luar akan membentuk tim sejenis semacam task force atau apa, tak tertutup kemungkinan kita juga bisa mengusulkan ikut terlbat disitu, kata Lies kepada hukumonline lewat telepon, Kamis (23/7).

 

Dasar pertimbangan membentuk tim, kata Lies, pihaknya melihat banyak pemberitaan media massa yang cenderung kurang melindungi identitas para saksi kasus pemboman. Mengingat kasus ini terkait terorisme yang merupakan kejahatan terorganisir, maka tingkat ancaman terhadap saksi pun tinggi. Jadi menurut kami penting untuk segera membentuk itu, ujarnya.

 

Menurut Lies, untuk kasus teroris khususnya terkait Bom Marriott semestinya media massa merahasiakan identitas saksi tersebut. Seperti wajahnya disamarkan atau cukup inisial karena dikhawatirkan jika identitasnya diketahui secara jelas dan pelakunya terancam dengan kesaksian ini akan berdampak terhadap keamanan si saksi. Terlebih, kesaksiannya sangat penting dalam pengungkapan kasus ini, sarannya.  

 

Lies mengacu pada UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban  yang menyebutkan secara eksplisit bahwa saksi kasus terorisme perlu dilindungi. Saya pikir esensi dari dari kasus seperti ini, saksi-saksi sangat perlu dilindungi, ujarnya. Lies mengaku akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya. Tentunya kita akan berkoordinasi dengan Polri dan hal itu sempat dikemukakan dalam rapat.

Tags: