LSM Lingkungan Persoalkan Proses Amdal dalam UU Cipta Kerja
Terbaru

LSM Lingkungan Persoalkan Proses Amdal dalam UU Cipta Kerja

Para pemohon meminta Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja dimaknai dalam penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara bebas dan sukarela untuk melindungi kepentingan dan kebutuhannya.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit

Harli menegaskan sebelumnya Pemohon pernah terlibat dalam Komisi Amdal daerah untuk menentukan ikut terlibat memberikan masukan terhadap Amdal. “Jadi, hadirnya UU Cipta Kerja, itu semua dihapus, hanya mensyaratkan masyarakat yang terlibat yang terkena dampak langsung. Sedangkan mereka yang tidak terkena dampak langsung, itu dihapus oleh UU Cipta Kerja,” tegas Harli dalam sidang yang diketuai Arief Hidayat ini.

Menurut Harli, penghapusan keterlibatan Pemohon dalam memberi masukan terhadap dokumen Amdal, sebagaimana ketentuan Pasal 26 ayat (3) UU 32/2009, namun telah diubah oleh Pasal 22 angka 5 UU 11/2020, jelas kerugian atau potensi kerugian konstitusional Pemohon untuk mencegah dan melindungi kerusakan lingkungan akibat dari proyek pembangun atau proyek skala besar yang wajib Amdal.

“Berlakunya Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja, akan menghalangi Pemohon dalam menjalankan aktivitasnya untuk bersosialisasi dalam penyusunan Amdal, maupun dalam rangka pelestarian atau perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.”

Untuk itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: ”Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara bebas dan sukarela untuk melindungi kepentingan dan kebutuhannya”.

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemohon untuk menyederhanakan legal standing dan mempertegas kerugian konstitusional yang dialaminya. “Untuk legal standing, tolong Anda sederhanakan lagi agar syarat kerugian konstitusional bisa terbaca dengan baik dalam Permohonan ini. Ini jangan terlalu mau memasukkan semuanya. Padahal yang paling penting itu menjelaskan siapa Pemohon, apa aktivitasnya, kerugian hak konstitusional apa yang dialaminya dengan berlakunya norma ini?” ujar Saldi.

Kemudian Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta pemohon memperbaiki kedudukan hukum dan menyederhanakan posita.

“Prinsipal selalu mendapat legal standing (kedudukan hukum), tapi ada kekhususan di MK yang berkaitan kerugian konstitusional yang dijamin konstitusi dengan berlakunya norma. Nah, normanya itu membatasi, Pak. Nah, itu bagaimana Bapak bisa membedah itu untuk bisa mendapatkan tiket legal standing tadi?” tanya Suhartoyo.  

Dia meminta dalam uraian-uraian perbaikan permohonan mendatang, supaya bisa meyakini bahwa memang baik aktual maupun potensial, prinsipal Bapak mengalami kerugian dengan berlakunya norma ini. “Karena norma ini addresat-nya dibatasi hanya masyarakat yang terdampak langsung.”

Tags:

Berita Terkait