Luhut MP Pangaribuan, Pemimpin Pemberani dan Membumi
Advertorial

Luhut MP Pangaribuan, Pemimpin Pemberani dan Membumi

Selama bergabung dengan YLBHI, LBH Jakarta dan PBHI, Luhut membela kaum papa, lawless, politikus, aktivis dan mahasiswa dengan melawan penguasa Orba saat itu.

Oleh:
TIM ADVERTORIAL
Bacaan 2 Menit
Luhut MP Pangaribuan (kanan) bersama pasangannya, calon Wakil Ketua Umum Leonard Simorangkir (kiri). Foto: RES.
Luhut MP Pangaribuan (kanan) bersama pasangannya, calon Wakil Ketua Umum Leonard Simorangkir (kiri). Foto: RES.
Pemberani dan rendah hati, dua sifat itu yang melekat pada sosok seorang DR. Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, S.H, L.L.M. Calon Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) tahun 2015-2020 ini memang dikenal luas di kalangan dunia hukum. Keberaniannya dalam memperjuangkan kaum papa dan lawless (buta hukum) mengantarkan dirinya memperoleh Human Rights Award dari American Bar Association (ABA) dan Lawyer Committee for Human Rights di New York, Amerika Serikat tahun 1992 silam bersama mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Cyrus Vance dan sembilan advokat dari negara lain.

Sepak terjang Luhut di dunia advokat telah berjalan lama, sekitar 36 tahun lalu. Awalnya, pria kelahiran Balige, Sumatera Utara, 59 tahun silam ini lulus menjadi sarjana hukum dari Universitas Indonesia (UI) tahun 1981. Luhut yang sedari muda bercita-cita menjadi seorang hakim ternyata harus berpindah haluan setelah dirinya menemukan profesi yang dirasa tepat untuk mempertahankan integritas, yakni advokat.

Padahal, Luhut sempat diterima menjadi hakim dan ditempatkan di Pengadilan Negeri Pontianak pada tahun 1983. Namun, karena saat itu remunerasi hakim rendah sehingga sulit mempertahankan integritas, maka Luhut menjadi seorang advokat. Luhut pun bergabung dengan YLBHI dan LBH Jakarta dan menjadi salah satu founder PBHI.

“Pada masa-masa itu LBH sedang naik daun. Saya berkata dalam hati ketika menjelang lulus jadi sarjana hukum dari FHUI tahun 1981, saya mau kerja di LBH. Ini yang kemudian merangsang saya jadi advokat. Atau istilah di LBH, sebagai ‘pembela umum’. Tapi, bukan advokat di luar LBH, melainkan advokat di dalam LBH,” kata suami dari Rosa Agustina Soeparno ini.

Keberanian Luhut di dunia advokat sudah tak diragukan lagi. Selama bergabung dengan YLBHI, LBH Jakarta dan PBHI, ayah tiga anak ini membela kaum papa, lawless, politikus, aktivis dan mahasiswa dengan melawan penguasa Orde Baru (Orba) saat itu. Padahal, banyak advokat hebat saat itu ‘tiarap’ ketika tahu yang dilawan adalah penguasa Orba.

Namun  kata takut tak ada di kamus Luhut. Hati nurani ayah tiga anak ini justru tergerak untuk membela agar kaum papa dan buta hukum agar memiliki akses hukum yang dijamin UUD 1945. Sejumlah kasus besar zaman Orba tak luput dari pembelaan Luhut. Sebut saja, kerusuhan Tanjung Priok, penembakan massa di Santa Cruz, Timor Timur, pembelaan kepada sejumlah tokoh-tokoh yang disebut makar juga dilakukan Luhut.

Pengalaman Luhut dalam membela, tak hanya ditujukan kepada kaum papa dan lawless saja. Luhut juga tercatat sebagai orang yang membentuk Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) bersama Amin Aryoso dan RO Tambunan. Tim ini yang menjadi penasihat hukum Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ketika disidik oleh Polda Metro Jaya dan pengurus PDIP Aberson Sihalolo.

Bukan hanya itu, Direktur LBH Jakarta tahun 1993-1997 ini juga pernah tercatat sebagai penasihat hukum Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) ketika diperiksa Pansus Buloggate 1 dalam kasus dana nonbujeter Badan Urusan Logistik. Serangkaian perjalanan panjang dan tempaan yang diterima Luhut dari mulai pengacara Probono hingga pergaulan luasnya di kalangan pemerintah dan usahawan asing itu, membuat Luhut dipercaya sebagai advokat yang sanggup bertarung di pengadilan dengan mengedepankan kompetensi dan integritas tinggi.

Meski begitu, Luhut tak lupa dengan asal muasalnya. Dalam hati pria pemberani itu masih memiliki rasa rendah hati kepada orang yang membutuhkan keadilan. Hal tersebut dibuktikan dengan tercatatnya Luhut bersama Yap Thiam Hien pernah menjadi penasihat hukum seniornya di LBH, Adnan Buyung Nasution, yang kala itu dijerat pasal contempt of court. Saat itu, Adnan hendak ‘disingkirkan’ pemerintah dari praktik advokat. Hal ini yang menjadi alasan Luhut bahwa pertama kalinya dalam sejarah Indonesia modern, advokat didakwa menghina lembaga peradilan.

Sederhana, ikhlas, jujur dan yakin adalah moto Luhut saat berjuang membela kebenaran. Menurutnya, profesi advokat adalah pekerjaan yang harus dijalankan dengan serius dan penuh tanggung jawab. “Dengan bekerja full time saja, penegakan hukum kita masih banyak kritis, apalagi paruh waktu. Jika itu sampai terjadi, bukan saja kualitas dan penegakan hukum yang buruk melainkan juga pada saat yang sama kita meremehkan jabatan,” kata Doktor Ilmu Hukum dari UI ini.

Perjalanan panjang dan berwarna tersebut menjadi salah satu bekal Luhut sebagai calon Ketua Umum PERADI 2015-2020. Pencalonan tersebut merupakan panggilan hati nuraninya dalam merespon dorongan banyak kolega di pusat dan daerah. Baginya, dalam supremasi hukum, advokat memiliki peran sebagai the guardian of the constitution dan profesi mulia. Hal ini pula yang menjadi tujuan Luhut jika terpilih sebagai ‘Nahkoda’ PERADI selama lima tahun ke depan.
Tags:

Berita Terkait