Lurus Mendayung Arus Sampai Kursi Hakim Konstitusi
Feature

Lurus Mendayung Arus Sampai Kursi Hakim Konstitusi

Perjalanan hidup Maria seperti tidak melibatkan ambisi dan target pribadi yang diletakkannya tinggi-tinggi. Mulai dari berkuliah di kampus hukum terbaik Indonesia hingga menjadi hakim konstitusi, Maria bak orang mendayung mengikuti arus. Namun, ia berhasil mendayung dengan baik hingga terus terbawa ke tempat lebih tinggi.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 9 Menit

Rencananya berubah total usai berdiskusi kembali dengan ayahnya yang sedang bertugas dinas di Jakarta. Ayahnya menguji ulang tekad Maria berkuliah seni. Sejumlah alasan disampaikan agar Maria urung berangkat kuliah seni ke Yogyakarta. “Saat itu sudah 6 tahun kami tidak berkumpul satu keluarga. Ayah berharap saya kuliah di Jakarta agar kami bisa kumpul bersama,” kenangnya.

Alhasil, Maria menerima wejangan ayahnya demi keluarga. Minatnya pada musik akhirnya ditunda. Ia menjadi peserta ujian angkatan pertama SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Gelora Senayan. Sebagai lulusan SMA kelas Budaya, Maria ingat pilihan yang tersedia untuknya di masa itu hanya jurusan psikologi, ekonomi, hukum, atau sastra. “Psikologi saya nggak suka, ekonomi pakai hitung-hitungan yang saya nggak mau. Ayah saya bilang kalau sastra bisa belajar sendiri. Hukum juga nggak suka,” katanya sambil tertawa.

Hukumonline.com

Menjadi Mahasiswa Hukum

Apakah lantas Maria punya rencana berkarier di bidang hukum setelah diterima? “Tidak,” akunya. Maria mengikuti bujukan ayahnya dengan syarat. Ia hanya akan melanjutkan kuliah hukum di Universitas Indonesia jika lolos SIPENMARU. “Kalau tidak lolos saya dibolehkan kembali ke rencana kuliah di Yogyakarta,” ujar Maria.

Perempuan kelahiran 14 Juni 1949 ini mengisi soal ujian apa adanya. Saat tidak tahu harus pilih jawaban yang mana, ia hitung pintu atau pilar di Gelora Senayan dengan urutan A, B, C, atau D untuk memutuskan jawabannya.

Maria menjalani hari-harinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan belajar semampunya. Sampai lulus ia masih merasa 'kok saya ada di sini ya?' “Saya jawab sendiri ‘mungkin Tuhan memang menghendaki di sini’,” ujarnya dalam hati.

Ayah Maria pernah memberi izin keluar dari kuliah hukum di Universitas Indonesia. Itu terjadi saat Maria harus mengulang satu mata kuliah Pengantar Sosiologi yang diajar langsung pakar kenamaan Prof. Selo Soemarjan. “Saya pikir kalau lulus ini tetap di UI, kalau tidak saya keluar. Ayah saya sudah izinkan,” ujarnya.

Lagi-lagi Maria bertaruh dengan takdir. Ia jalani ujian lisan di kampus Salemba bersama sang profesor. Tentu saja tidak ada kawan yang mau berbagi apa soalnya. Setiap mereka cukup lama di dalam ruang ujian. Giliran Maria tiba masuk ruangan yang kemudian diberi satu pertanyaan saja: ‘Kamu datang dari mana?’. “Saya katakan, saya datang dari kelompok masyarakat. Saya langsung dibolehkan keluar. Lulus,” ujar Maria tertawa.

Tags:

Berita Terkait