M. Rifky Wicaksono, Dosen FH UGM Penggondol Master Hukum Oxford dan Harvard
Terbaru

M. Rifky Wicaksono, Dosen FH UGM Penggondol Master Hukum Oxford dan Harvard

Rifky berpesan kepada generasi muda untuk berani bermimpi dan tidak takut menghadapi kegagalan. Sebab, dari kegagalan justru bisa banyak belajar menjadi lebih baik.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Muhammad Rifky Wicaksono. Foto: Istimewa
Muhammad Rifky Wicaksono. Foto: Istimewa

Muda, menginspirasi, dan berprestasi. Itulah gambaran sosok Muhammad Rifky Wicaksono, S.H., MJur (Dist.)., LL.M, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Madan (FH UGM) yang belum lama ini diwisuda dari program master hukum di Harvard University. Ia berhasil lulus dengan mengantongi dua penghargaan Dean’s Scholar Prize karena mendapat nilai tertinggi untuk dua mata kuliah yaitu Mediation dan International Commercial Arbitration.

Ia juga mendapat predikat Honors untuk tesisnya yang merumuskan “theory of harm” baru untuk hukum persaingan usaha Indonesia dalam menganalisis merger di pasar digital. Tahun ini Rifky, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang lulus dari program Master of Laws Harvard Law School yang dikenal sebagai almamater mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.

Alhamdulillah, sangat bersyukur bisa menyelesaikan studi dalam waktu 10 bulan dan wisuda kemarin Mei,” kata Rifky saat dikonfirmasi, Jum’at (11/6/2021).

Sebelumnya, pria kelahiran Yogyakarta 28 tahun silam ini juga berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Magister Juris dari University of Oxford pada 2017 melalui beasiswa Jardine Foundation. Di kampus tersebut, ia juga mengharumkan nama bangsa dengan meraih penghargaan Distinction yang merupakan predikat akademik tertinggi untuk studi master hukumnya.

Sebuah pencapaian luar biasa dan tentunya melalui perjuangan yang tidak mudah menyabet dua gelar dari dua kampus terbaik dunia itu. Namun, siapa sangka dibalik pencapaian akademisnya saat ini ada kisah kegagalan saat menempuh studi. Ia sempat gagal dalam Ujian Nasional (UN) saat masih duduk di bangku SMA.

Rifky menceritakan saat itu ia terlalu terlena menyiapkan diri mengikuti lomba debat internasional. Rifky sadar kala itu ia lengah untuk terus belajar, berjuang, dan bekerja keras mempersiapkan Ujian Nasional. “Gagal UN waktu itu menjadi salah satu titik balik kehidupan saya. Saya belajar, kesuksesan tidak bisa instan dan hanya mengandalkan bakat. Perjuangan kita saat menjalani proses itu ternyata lebih penting,” tuturnya.

Baginya, ketidaklulusan dalam UN di SMA menjadi peringatan dari Tuhan untuk menyadarkannya memaknai arti kesuksesan. Ia akhirnya sadar jika bakat dan kecerdasan saja tidaklah cukup untuk menghantarkan pada kesuksesan. “Bakat dan kecerdasan tidak cukup menjadikan seseorang sukses kalau tidak diasah. Tetap harus berjuang, bekerja keras, dan berdoa,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait