M. Syarkawi Rauf: Revisi UU KPPU, Persoalan Kelembagaan Hingga Kredibilitas Output
Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha

M. Syarkawi Rauf: Revisi UU KPPU, Persoalan Kelembagaan Hingga Kredibilitas Output

Dengan kelembagaan yang kuat, KPPU diharapkan bisa menghasilkan output yang kredibel.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf. Foto: Istimewa
Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf. Foto: Istimewa
 Rencana revisi UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Persaingan) sudah mulai diwacanakan sejak tahun lalu. Saat ini, revisi UU Anti Persaingan tersebut sudah masuk ke dalam Progam Legislasi Nasional di DPR. Bahkan, draft revisi UU Anti Persaingan sudah masuk ke baleg dan siap dibahas bersama dengan pemerintah.

Dalam sesi wawancara bersama hukumonline beberapa waktu lalu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Syarkawi Rauf menyampaikan bahwa setidaknya ada lima fokus revisi UU Anti Persaingan. Beberapa pandangan mengenai revisi UU Anti Persaingan dirangkum dalam tanya jawab bersama Syarkawi.

Apa saja fokus dalam revisi UU Anti Persaingan?
Sebenarnya ada lima fokus dalam revisi UU Anti Persaingan. Lima fokus itu adalah tentang penguatan kelembagaan KPPU, denda atau sanksi, mengubah rezim merger dari post-merger ke pre-merger, liniensi program, cross border atau penanganan perkara kartel yang melibatkan perusahaan di luar negeri atau extra territory.

Bagaimana konsep extra territory yang dimaksud?
Terkait extra territorial, itu banyak terjadi sebenarnya. Nah, ini ‘kan amandemen sudah masuk ke DPR, salah satu item perubahan itu kan memasukkan peraturan MA tentang tata cara penanganan perkara dan keberatan di KPPU, keberatan pelaku usaha terhadap putusan KPPU kan itu semua di adopsi di dalam UU yang baru ini. Nah adopsi ini akan membuat semua proses beracara di KPPU menjadi lebih jelas dan ini juga disepakati oleh MA. Dan ini bisa dibaca oleh teman-teman di negara lain dan tata cara berperkara di KPPU adalah seperti ini.

Sehingga menurut saya KPPU diberikan kewenangan menangani perkara persaingan yang dilakukan oleh pelaku usaha di negara lain dan itu berdampak di Indonesia. Nah itu tidak akan menimbulkan masalah hukum di kita karena toh kita sudah punya koordinasi antara KPPU dengan otoritas persaingan di Singapura, Thailand, Malaysia, bahkan 10 negara Asean itu kita punya forum koordinasi yang namanya Asian Expert Group on Competition (AEGC). Itu adalah forum koordinasi antara otoritas-otoritas persaingan di Asean. Di Asia Timur kita juga punya forum koordinasi namanya East Asia Top Level Meeting (EATOM), secara internasional kita juga punya forum koordinasi namanya ICN dan pertemuannya itu triwulanan.

Apakah klausul extra territory tersebut ada hubungannya dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)?
Forum-forum itu dibentuk untuk mengkomunikasikan penanganan-penanganan perkara di masing-masing negara, maupun penanganan persaingan usaha di lintas negara. Nah apalagi khan kita masuk MEA, MEA ini kan pelaku usaha tidak hanya dibatasi teritori wilayah bersangkutan, tetapi sudah bersifat cross border. Kalau pelaku usahanya beraktivitas lintas negara, maka pelanggarannya pun pasti bersifat lintas negara, sehingga butuh bagi KPPU untuk menangani perakra lintas negara, karena kalau tidak kita tidak akan bisa melindungi pengusaha di dalam negeri dari kartel yang bersifat cross border atau bersifat internasional.

(Baca Juga: Menakar Besaran Denda yang Efektif Bagi Pelaku Anti Persaingan Usaha)

Dan kalau tidak, konsumen kita akan dirugikan terus oleh kartel di luar negeri, dan ini terbukti pernah terjadi di Singapura dan Malaysia. Singapura itu negara yang paling tergantung terhadap impor ayam hidup dari Malaysia, hanya ada dua eksportir dari Malaysia yang mengekspor ayam hidup ke Singapura. Dua perusahaan ini berkartel di Malaysia akhirnya konsumen Singapura membeli ayam hidup pada harga kartel.

Nah di mana-mana harga kartel itu pasti mahal, yang dirugikan adalah konsumen Singapura tetapi kejadiannya di Malaysia. Singapura tidak punya kewenangan untuk menangani perkara kartel ini karena hukum dan pelaku usahanya di Malaysia. Dan ini merugikan Singapura.

Oleh sebab itu, berdasarkan pengalaman Malaysia dan Singapura dan pengalaman kita di Batam sekarang. Ini kita lagi melakukan penelitian terhadap dugaan kartel yang dilakukan oleh enam perusahaan angkutan kontainer yang semuanya berbadan hukum Singapura tetapi bisnisnya berdampak ke Batam, ini kita penelitian tetapi kita tidak bisa langsung melakukan penanganan perkaranya karena badan hukumnya Singapura, kita tidak punya kewenangan sampai di sana, padahal yang dirugikan konsumen kita, yang dirugikan pelaku usaha yang ada di Indonesia. Makanya harapannya ke depan dengan kita diberikan kewenangan extra territoriality itu, menangani perkara persaingan lintas negara ya perkara seperti ini bisa kita tangani.

Mengapa rezim merger perlu diubah menjadi pre-merger?
Kalau itu, sekarang kita menganut post-notification, dan ini berjalan dengan baik, tidak ada masalah sebenarnya dengan perubahan post ke pre. Bedanya post dengan pre, kalau post itu merger dulu baru dianalisa, nah nanti kalau hasil analisanya menunjukkan bahwa merger itu berbahaya bagi industri, KPPU bisa mengeluarkan pendapat untuk menghentikan merger yang terjadi.

Kalau itu dilakukan, itu merugikan pelaku usaha, karena mereka sudah terlanjur merger dan dibubarin mergernya oleh KPPU. Ini kan memberikan ketidakpastian hukum kepada pelaku usaha sendiri. Oleh sebab itu kita ingin membantu pelaku usaha untuk memberikan kepastian hukum supaya mereka ini bisa berbisnis dengan nyaman. Dan dengan mengubah dari post ke pre, kepastian hukumnya ada, investasi ke Indonesia juga lebih menarik karena ada kepastian hukumnya.

Karena pre merger itu kita analisa dulu baru kita berikan lampu hijau, bahwa silahkan merger, dan baru mereka merger.

Apakah KPPU sudah menyiapkan SDM terkait perubahan rezim merger tersebut?
Baik post maupun pre, ini dua-duanya butuh SDM yang kuat. Sebenarnya sama saja kebutuhannya, bahkan post merger ini lebih berisiko bagi KPPU karena mereka sudah merger disuruh bubarin, ini butuh SDM lebih kuat disitu, dibanding kalau pre merger. Kalau pre merger sama saja proses analisisnya cuma satunya di lakukan setelah satunya dilakukan sebelum merger.

Memang kalau dari segi jumlah, itu menjadi permasalahan di KPPU. Tapi kalau melihat merger yang terjadi di Indonesia, notifikasi merger ini belum banyak karena dinamika bisnis di Indonesia ini tidak secanggih di Eropa. Kalau di Eropa itu bisa sampai 2000-an merger per tahun, kalau di Indonesia hanya 30-40 jadi ngapain membuat SDM yang terlalu banyak hanya akan membebani negara.

(Baca Juga: Menutup Kisah KPPU yang Ditinggal Pergi Para Pegawai)

Satu hal yang perlu diperbaiki itu kualitasnya, kalau itu saya setuju bagaimana mendorong SDM analisis merger di KPPU lebih berkualitas sehingga analisa merger nya itu lebih bagus. Ini juga kenapa kita dorong post ke pre, karena hampir seluruh negara di dunia itu tidak menggunakan post merger, tapi pre merger. Kalau kita sendiri yang pre merger itu artinya aturan main di Indonesia tidak standar secara internasional. Kalau tidak internasional aturan negara kita, tidak ada orang yang mau investasi di sini.

Makanya saya heran kalau ada pelaku usaha yang tidak setuju dengan perubahan rezim dari post ke pre, justru harus diubah supaya aturan kita itu terstandar sehingga orang mau berinvestasi ke Indonesia. Kalau seperti ini orang enggak mau datang, ngeri. Karena negara-negara di luar itu sudah pre semua.

Dalam revisi UU Anti Persaingan, berapa lama waktu diberikan kepada KPPU untuk mengeluarkan keputusan merger dalam rezim pre merger?
Dalam revisi UU Anti Persaingan, dibutuhkan waktu 25 hari untuk menganalisa merger yang bersangkutan sampai KPPU mengeluarkan pendapat diterima atau tidak. Kalau lebih dari waktu yang ditentukan, maka mergernya akan jalan sendiri, berlaku dengan sendirinya. Kalah post merger dikasih waktu 30 hari smpai mereka melapor dan KPPU hanya berapa hari, itu pokoknya ada jangka waktunya. Jadi enggak mungkin di perlambat, yang ada dipercepat.

Soal denda, dalam draft revisi UU Anti Persaingan besaran denda dinaikkan menjadi 30 persen dari keuntungan saat kartel terjadi. Apa alasan KPPU menaikkan denda?
Denda itu satu tujuannya, yakni memberikan deterrend effect atau efek jera. Jadi dengan adanya denda orang jadi tidak mempunyai keinginan untuk melakukan pelanggaran, sehingga orang takut melakukan pelanggaran karena denda.

Mengapa denda dinaikkan, karena pertimbanganya adalah denda berguna untuk merecover, atau mengambil kembali keuntungan kembali yang tidak sah yang diperoleh oleh perlaku usaha dari anti persaingan. Selain itu, harusnya denda memberikan insentif kepada pelaku usaha menjadi whistle blower, orang yang datang kepada KPPU memberikan laporan. Dan kita di KPPU sudah menyiapkan yang namanya liniensi program.

Bagaimana kerja dari linisiensi program?
Linisiensi program itu maksudnya pengampunan, yang menjadi whistle blower itu akan dihapuskan dari hukuman kalau mereka mengakui melakukan pelanggaran atau persekongkolan ataupun kartel untuk mencapai tujuan. Maka dengan denda yang ada sekarang dengan yang cuma Rp25 miliar, jelas bagi pelaku usaha yang besar, karena ini sasarannya yang besar, tidak akan memberikan efek jera.

Dan juga, pelaku usaha besar melakukan kartel keuntungannya bisa diatas Rp100 miliar, nah KPPU hanya bisa mendenda 25 miliar, sehingga tidak bisa merecovery keuntungan dari pelaku usaha yang tidak sehat itu. Selanjutnya, denda Rp25 miliar bagi usaha menengah sekalipun sangat kecil kalau mereka terlibat di dalam kartel, mereka bisa untung Rp50 miliar. Ya ngapain lapor ke KPPU lebih baik dinikmati keuntungan dari kartel sehingga program liniensi itu tidak akan jalan kalau dendanya masih maksimal Rp25 miliar.

(Baca Juga: Khawatir KPPU ‘Main Mata’ dalam Penerapan Pre-Merger Notification)

Dengan demikian KPPU mengusulkan tidak dibatasi Rp25 miliar, tetapi 30 persen dari sales, sehingga KPPU bisa menerapkan denda maksimal 30 persen untuk memberikan deterrend effect, merecovery kerugian yang timbul, dan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang memberikan laporan, whistle blower.

Artinya ini praktik yang terjadi di seluruh negara bahwa linisiensi program selalu ada, di hukum pidana pun juga ada. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), biasanya yang berani jujur akan diberikan insentif (justice collaborator), insentifnya missal keringanan hukuman dan itu di adopsi oleh KPPU. Di semua negara praktiknya seperti itu. Bahkan kemarin ada pertemuan di Perancis bukan lagi berbeicara soal denda, tapi alternative design yakni salah satu yang muncul adalah memblacklist pelaku usaha yang melakukan kartel, ada hukuman yang diberikan secara individual, yang selama ini tidak ada hukuman secara individual.

Penguatan kelembagaan seperti apa yang diinginkan KPPU?
Status kelembagaan KPPU perlu penguatan agar lebih efektif dan proses investigasi kartel berjalan dengan baik. Untuk saat ini, SDM di KPPU masih kurang dari kebutuhan. Jumlah pegawai KPPU saat ini 320 orang, investigator ada 70-an, yang aktif sebagai investigator itu mungkin hanya 50-an.

Nah arah kelembagaannya saya tidak tahu seperti apa mau nya di DPR, tapi saya berharap KPPU ini menjadi lembaga independen yang kuat dan jelas, paling tidak kelembagaan KPPU itu sama dengan lembaga-lembaga negara yang lain, karena misalnya sekrang itu seperti sekjen KPPU.

Sekarang, Sekjen KPPU itu kita angkat sendiri, karena kita angkat sendiri tidak diakui statusnya oleh Menpan. Nah harusnya Sekjen itu Eselon 1 dan diangkat oleh Presiden seharusnya. Tetapi di UU Anti Persaingan yang ada saat ini, tidak memberikan peluang kepada presiden untuk mengangkat sekjen di KPPU. Nah ini yang harus dirubah dahulu sehingga sistem promosi karier bisa berjalan baik sehingga demikian maka banyak lulusan perguruan tinggi yang bagus-bagus mau mengabdi di KPPU. Kalau sekarang ini, banyak yang masuk fresh graduate, masuk tiga tahun keluar. Karena faktor kelembagaan tu.

Pegawai KPPU ini ke depan akan bertambah terus, sekarang oleh Menpan kita tidak bisa rekruitmen baru kecuali mengganti yang keluar itu, nah akhirnya kita rekrut 40 orang untuk mengganti yang sudah keluar. Karena di KPPU orang pensiun itu belum ada, pegawainya masih muda-muda. Untuk mengganti pegawai-pegawai yang keluar itu, KPPU bekerja sama dengan 20 universitas dengan ranking terbaik, dengan fokus ke fakultas ekonomi dan hukum. Dengan demikian mudah-mudahan memperoleh pegawai yang lebih baik lagi.

Nah untuk meningkatkan skill pegawai, kita ini punya program training kerjasama dengan Jepang, Korea, Jerman, Amerika, dan sekarang kita sedang mengirim staff tiga bulan ke Australia, bekerja sama dengan ICCC Australia. Ini semua kita lakukan untuk meningkatkan skill pegawai KPPU dibidang persaingan usaha, bahkan staff disekolahkan, ada yang didalam negeri, ada yang diluar negeri, dan sekarang ada staff yang lagi di Jepang, Belanda, Amerika dan di dalam negeri, semua ini untuk meningkatkan kapasitas SDM di KPPU.

Karena KPPU ini seperti lembaga riset, tugasnya itu memberikan masukan kepada pemerintah sehingga butuh kemampuan kajian kebijakan dan mengidentifikasi kartel-kartel tadi. Dan itu dibutuhkan kemampuan ekonomi, hukum, dan statistik, kuantitatif, semua dibekali, dan dari sisi jumlah memang kurang.

Bagaimana mekanisme perekrutan investigator?
Ada yang freshgraduate, ada yang S2 langsung itu diterima semua tapi ada kompetensi khusus yang kita minta utamanya di bidang ekonomi dan hukum. Kalau di ekonomi kita prioritaskan di ekonomi karena memang mereka ini yang belajar industrial organization ya, ekonomi industri, kemudian di fakultas hukum juga begitu, utamanya hukum bisnis.

Ada masukan KPPU diminta rekrut investigator yang mumpuni agar putusan tetap kuat hingga ke pengadilan?
KPPU sudah lakukan itu, bahkan ada tiga ekonom yang memperkuat tim ekonomi di KPPU, dari UI, Universitas Padjajaran dan UGM. Dan tiga ekonom ini kompeten.

Terkait investigator, kita lihat ke depan. Di KPPU problemnya itu penggajian, karena status kelembagaan sehingga tidak banyak orang-orang yang duluar itu punya pengalaman kerja mau masuk di KPPU, ya factor gaji berapa, jadi rata-rata mengandalkan yang fresh graduate.

Kalau fungsi kelembagaan KPPU bagus, mungkin banyak yang mau masuk. Dengan kondisi kelembagaan seperti sekarang ini agak sulit untuk mendapatkan investigator yang mumpuni, kecuali pasca revisi. Kalau lima poin revisi UU itu diakomodir oleh DPR saya yakin akan banyak SDM-SDM yang bagus yang nanti akan berminat masuk ke KPPU.

Seperti apa harapan Bapak terhadap lembaga KPPU ke depannya?
Harapan saya untuk KPPU kedepannya, semoga KPPU menjadi lembaga persaingan yang kredibel dan berintegritas, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di 10 negara Asean dan Asia Timur ya. Dan untuk menjadi lembaga persaingan yang kredibel, salah satunya lembaga harus kuat, kedua orang-orangnya harus kredibel artinya orang-orang yang ada di KPPU harus benar-benar kredibel yang ditunjukkan dengan integritasnya, misalnya tingkat kejujuran harus tinggi.

Kemudian tidak hanya jujur dan berkualitas tetapi juga punya kemampuan analisa yang kuat, nah dengan itu baru KPPU bisa menghasilkan output, baik rekomendasi kebijakan maupun keputusan yang benar-benar kredibel. Jika orang-orangnya kredibel, outputnya kredibel, ini yang akan membuat KPPU menjadi center of excellent, menjadi lembaga yang jadi rujukan tidak hanya di Asean tapi juga Asia Timur.Itu yang ingin KPPU tuju ke depan!
Tags:

Berita Terkait