MA “Godok” Rancangan Perma Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian PNS
Utama

MA “Godok” Rancangan Perma Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian PNS

MA menggelar uji publik untuk menerima masukan masyarakat atas Rancangan Peraturan MA tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebelum dibawa ke rapat pimpinan MA.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Hakim Agung MA RI Yulius dalam uji publik 'Raperma Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian PNS dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja PPPK', Senin (12/9/2022). Foto: FKF
Hakim Agung MA RI Yulius dalam uji publik 'Raperma Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian PNS dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja PPPK', Senin (12/9/2022). Foto: FKF

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) memiliki kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ketentuan tersebut dilandasi Pasal 18 Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.

Akan tetapi, aturan tersebut dinilai masih belum mengatur secara rinci mengenai proses pemberhentian PNS dan PPPK. Untuk itu, Mahkamah Agung (MA) telah membuat rancangan Peraturan MA tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Lalu, MA menggelar uji publik Raperma untuk meminta masukan para pemangku kepentingan, seperti dari unsur pemerintah, akademisi, dan peradilan.

“Rancangan Perma ini disusun dalam rangka menselaraskan pola penyelesaian sengketa pemberhentian PNS yang sebenarnya sudah berlangsung lama di Pengadilan Tinggi TUN,” ujar Hakim Agung MA RI Yulius dalam uji publik “Raperma Pedoman Penyelesaian Sengketa Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja”, Senin (12/9/2022).

Ia menerangkan dijumpai sejumlah hal yang dirasa kurang tepat. Karena itu, Raperma ini dihadirkan untuk meringankan dan distribusi perkara agar tidak menumpuk dalam rangka kemudahan eksekusi. “Memenuhi amanah perundang-undangan, sebelum ini (Raperma) dibawa ke rapat pimpinan MA, perlu dilakukan uji publik untuk menerima masukan dari masyarakat. Terutama komunitas hukum dan pihak yang berkepentingan dengan sengketa ini,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Kecil yang dibentuk oleh Ketua Pokja yakni Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara Yodi Martono Wahyunadi menjelaskan memang pemberhentian pegawai negeri sipil atau PNS tidak diatur secara khusus. Kewenangan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) dalam PP No.79 Tahun 2021 saat ini lebih luas dibandingkan saat masih bernama Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapeg) yaitu menerima, memeriksa, dan mengambil keputusan atas banding administratif.

Dia menerangkan banding administratif ditafsirkan sebagai upaya yang ditempuh pegawai ASN yang tidak puas terhadap keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian atau PPK mengenai pemutusan perjanjian hubungan kerjanya. Dari ketentuan yang ada, bagi PNS yang mengalami pemberhentian disebabkan berbagai alasan kemudian tidak sependapat dengan keputusan PPK terkait pemberhentiannya, tidak bisa langsung mengajukan gugatan ke pengadilan, melainkan harus menunggu upaya administratif berupa banding administratif terlebih dahulu ke BPASN.

Apabila ketentuan tersebut dilanggar, misalnya dalam praktiknya disebutkan Yodi bahwa PNS yang mengajukan gugatan tanpa upaya banding administratif terlebih dahulu berakibat gugatannya dinyatakan tidak diterima. Dengan dikeluarkannya penetapan tidak lolos saat (dismissal) proses oleh Ketua Pengadilan dengan alasan belum menempuh upaya administratif yang tersedia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait