MA Terbitkan Aturan Baru Penyelesaian Perkara Kepailitan
Utama

MA Terbitkan Aturan Baru Penyelesaian Perkara Kepailitan

Di satu sisi, penghapusan hak kreditor separatis dinilai sebagai langkah yang tepat. Di sisi lain, kreditor separatis diharapkan tetap bisa ajukan PKPU melalui kategori Badan Hukum.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Praktisi Hukum Kepailitan, James Purba justru mendukung SKMA tersebut, terutama menghapus hak kreditor separatis dalam mengajukan permohonan PKPU. Alasannya, hak-hak kreditor separatis memang sudah terjamin dengan adanya benda-benda yang dijaminkan kepada mereka. Hal itu menghilangkan urgensitas mereka untuk mengajukan PKPU. “Toh kapan saja dia bisa eksekusi agunannya,” tukas James.

 

Ketentuan SKMA ini, katanya, bisa jadi merupakan kehendak MA untuk menyelaraskan ketentuan dengan ide ‘penghapusan hak kreditor ajukan PKPU’ sebagaimana telah dimasukkan dalam RUU Kepailitan. Domain untuk mengajukan penundaan utang, harusnya memang terbatas pada domain debitor, karena debitorlah yang paling mengerti posisi keuangan perusahaannya. Bila dirasa belum sanggup membayar, debitor bisa meminta penundaan pembayaran melalui PKPU. Sebaliknya, justru tidak masuk akal jika kreditor yang mengajukan penundaan pembayaran.

 

“Masa orang yang punya hak tagih memohon ke pengadilan agar utangnya tidak dibayar dulu/ditunda? Ini kan tidak masuk akal dan memang tak lazim dilakukan kreditor. Mungkin saja maksud MA mengeluarkan SKMA ini ingin menyelaraskan dengan RUU Kepailitan itu,” jawabnya.

 

Lagipula, katanya, jika  tagihan kreditor tidak dibayar, harusnya upaya hukumnya adalah upaya hukum agar tagihannya dibayar, artinya yang diajukan adalah permohonan pailit bukan PKPU. Melalui pailit, asset debitor bisa disita, dijual, kemudian baru dilakukan pembayaran. Selanjutnya, bila debitor merasa keuangan perusahaannya masih sehat, disitu debitu bisa mengajukan resktrukturisasi (PKPU).

 

Bilamana kreditor tetap diberikan hak ajukan PKPU, James tak menampik bahwa Pengurus dan Kuratorlah yang diuntungkan dalam hal ini. Jadi ketika nantinya perusahaan Pailit pasca PKPU, maka kurator akan mendapatkan dua (2) kali pembayaran, yakni fee sebagai kurator pailit dan fee sebagai pengurus PKPU. Besaran nilai fee kurator itu, nantinya ditinjau berdasarkan besarnya hutang debitor. Bila digabung perkara pailit dan PKPU nya, tentu kurator bisa memperoleh nilai fee fantastis. “Sebetulnya kan itu alasannya, kreditor ajukan PKPU, jadi nanti kurator bisa dapat 2 kali fee nya,” ungkap James.

 

(Baca juga: Jual Piutang Harus Gunakan Cessie, Agar Kreditor Tak Ditolak Ikut Voting PKPU)

 

Saat ditanya soal pertentangan SKMA ini dengan Pasal 222 UU Kepailitan yang memberi hak setiap kreditor untuk mengajukan PKPU, James menyarankan tetap harus berpegang pada SKMA dalam prakteknya. Mengingat SKMA ini adalah petunjuk teknis yang memang digariskan MA. “Namanya pengadilan cenderung lebih mengikuti perintas atasan ketimbang peraturan di UU,” tukasnya.

 

Kritik Atas SKMA

James turut mengkritik poin 17.2.4 dan poin 17.2.5 SKMA 03/2020. Rinciannya, kedua poin itu mewajibkan kreditor separatis telah selesai menjual jaminan/agunan dalam waktu 2 bulan setelah debitor dinyatakan insolvensi. Bila dalam waktu dua bulan kreditor separatis belum berhasil menjual jaminannya, maka harta jaminan itu harus diserahkan kepada kurator untuk dijual di muka umum.

Tags:

Berita Terkait