Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Perma No.1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana. Terbitnya Perma ini dilandasi tersebarnya pengaturan restitusi di beberapa peraturan yang berdampak pada ketidakseragaman dalam penerapannya. Perma ini ditandatangani pada 25 Februari 2022 oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin ini dan resmi diundangkan pada 1 Maret 2022.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi mengatakan materi Perma 1 Tahun 2022 mengatur teknis penyelesaian permohonan restitusi dan kompensasi yang diatur Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
“Perma ini dibuat sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan permohonan restitusi dan kompensasi bagi korban tindak pidana,” kata Sobandi kepada Hukumonline, Senin (4/4/2022).
Baca:
- Menanti Terbitnya Perma Restitusi dan Kompensasi bagi Korban Tindak Pidana
- Pentingnya Memperkuat Aturan Pembayaran Restitusi
- Alasan Majelis Tidak Vonis Mati-Kebiri terhadap 13 Pemerkosa 13 Santriwati
Dia menjelaskan ketentuan Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2018 mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung. Untuk menjalankan ketentuan tersebut maka dibuatlah Perma ini sebagai petunjuk teknis sebagai pedoman bagi pengadilan memutus perkara.
Materi muatan yang diatur dalam Perma 1 Tahun 2022 ini, Sobandi memaparkan permohonan restitusi atas perkara tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, diskriminasi ras dan etnis, tindak pidana terkait anak, serta tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sobandi menjelaskan permohonan kompensasi atas perkara tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk penggabungan permohonan dan pemeriksaan kompensasi dengan restitusi.