Majelis Diminta Kesampingkan Tuntutan Ringan Penyerang Novel
Berita

Majelis Diminta Kesampingkan Tuntutan Ringan Penyerang Novel

Dengan mempertimbangkan fakta sebenarnya terutama pembuktian unsur ketidaksengajaan dan mens rea dalam kasus ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat menjalani sidang perdana. Foto: RES
Salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat menjalani sidang perdana. Foto: RES

Tuntutan ringan terhadap dua pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK) Novel Baswedan terus mendapat sorotan publik. Pasalnya, dua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hanya dituntut masing-masing selama 1 tahun penjara oleh penuntut umum berdasarkan Pasal 353 ayat (2) jo Pasal 55 KUHP di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Padahal, ancaman hukuman Pasal 353 ayat (2) KUHP itu maksimal 7 tahun penjara.  

Sekretaris Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia  Indonsia (PBHI) Julius Ibrani menilai terdapat tiga hal yang menjadi catatan atas tuntutan rendah terhadap terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel. Pertama, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) minus kepentingan keadilan bagi korban.

“Tidak terlihat fakta dan bukti signifikan yang merepresentasikan keadilan bagi korban. Dampak kebutaan, pengobatan tahunan, tidak dapat berkegiatan secara normal, seolah tidak dipertimbangkan sebagai indikator dalam menentukan tuntutan ini,” kata Julius saat dikonfirmasi, Senin (15/6/2020). (Baca Juga: Majelis Hakim Diminta Vonis Maksimal terhadap Penyerang Novel)

Kedua, PBHI menganggap JPU justru terlihat seolah-olah seperti Pengacara Terdakwa. Pembuktian JPU menegaskan perbuatan para terdakwa tidak direncanakan termasuk dampaknya. Hal ini justru jadi indikator tuntutan yang meringankan para terdakwa. “Nyaris tidak ada pembuktian yang diarahkan pada fakta sebenarnya bahwa ada perencanaan dan perbuatan sesuai yang direncanakan,” kata Julius.

Ketiga, PBHI menganggap JPU justru mengabaikan/menghilangkan dampak lebih luas yakni gangguan terhadap pemberantasan korupsi. Fakta Novel Baswedan adalah aparat penegak hukum yang berprestasi dalam mengungkap kasus mega korupsi tidak jadi pertimbangan. “Tuntutan JPU mengancam pemberantasan korupsi karena tidak mencerminkan jaminan keadilan bagi aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.

Atas dasar itu, PBHI mendesak Presiden agar mengevaluasi secara menyeluruh aparat Kepolisian dan Kejaksaan, serta penanganan dan proses hukum kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan mulai penyelidikan hingga penuntutan yang selama ini dinilai penuh kejanggalan.

“Majelis Hakim agar mengesampingkan tuntutan JPU dengan mempertimbangkan fakta sebenarnya dengan memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi ke depan untuk kemudian menjatuhkan hukuman maksimal,” pintanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait