Makin Jelas, Dugaan Kartel di Industri Telekomunikasi
Berita

Makin Jelas, Dugaan Kartel di Industri Telekomunikasi

BRTI melakukan kajian terhadap tarif operator seluler dan CDMA di Indonesia. Hasilnya, kuat dugaan adanya kartel dalam penetapan tarif antar operator.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit

 

Atas temuan itu, BRTI meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memeriksa dugaan kartel tersebut. Alasannya, praktek kartel nyata-nyata dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

Kamilov yakin, setelah adanya kajian BRTI tersebut, ke depan tarif telepon seluler dan CDMA di Indonesia akan turun. Katakanlah dugaan ini benar, dimana mereka sendiri yang mengatur itu, sehingga data-data yang dimunculkan ke kita terkesan menurun, padahal itu semua memang turun, tuturnya.

 

Akibat Kepemikan Silang

Berbeda dengan kajian BRTI, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, kepemilikan silang (cross ownership) di sektor telekomunikasi berimplikasi pada tingginya tarif ponsel di Indonesia.

 

Menurut President Director INDEF M Fadhil Hasan, posisi kepemilikan silang oleh satu pihak pada dua operator yang mendominasi pasar dinilai berpeluang mendorong terjadinya kartel yang menyalahi aturan persaingan sehat. Kajian Indef menunjukkan, pasar telepon seluler di Indonesia didominasi dua operator, yaitu Telkomsel dan Indosat, dengan penguasaan pangsa 84,4 persen pasar telepon seluler GSM.

 

Dia menduga, kepemilikan silang badan investasi Singapura, Temasek Holdings, secara tidak langsung di Indosat dan Telkomsel memengaruhi penentuan tarif.

 

Perlu diketahui sebanyak 40 persen saham Indosat dimiliki oleh Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd (STT) melalui Indonesia Communication Limited (ICL), sedangkan 35 persen saham Telkomsel dimiliki oleh Singapore Telecommunications Ltd (SingTel). STT dan SingTel merupakan anak perusahaan Temasek Holdings. Melalui penguasaan terhadap dua operator dengan penguasaan pangsa pasar terbesar di Indonesia itu, Temasek secara tidak langsung menguasai sekitar 81,61 persen pangsa pasar industri telekomunikasi di Indonesia.

 

Fadhil menambahkan, analisis perilaku bisnis Temasek mencerminkan sikap antipersaingan usaha yang tidak sehat. Kajian Indef mengarah pada temuan bahwa posisi kepemilikan silang dan dominasi Temasek menjadikan perusahaan memiliki akses mengontrol Indosat dan Telkomsel.

Halaman Selanjutnya:
Tags: