Mantan Ketum PP Muhammadiyah Bakal ‘Gugat’ UU IKN
Utama

Mantan Ketum PP Muhammadiyah Bakal ‘Gugat’ UU IKN

DPR menghormati setiap hak warga negara yang hendak menguji UU IKN ke MK. DPR akan menyiapkan dalil bantahan terhadap setiap permohonan uji materi UU di MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Baru sepekan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi UU, masyarakat sudah pasang “kuda-kuda” bakal menguji UU IKN tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pembahasan yang cepat dan minim partisipasi publik menjadi salah satu alasan dipersoalkannya UU IKN (aspek formil) selain materilnya.  

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah, Dien Syamsuddin menjadi orang yang siap menggugat UU IKN ke MK. Dia beralasan memindahkan ibu kota negara di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat. Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi sedikitpun bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Terlebih, saat ini pemerintah memiliki utang yang cukup besar.

“Menjadi keputusan yang tidak tepat dan bijak bila kebijakan ini ditempuh Pemerintahan Joko Widodo,” kata Dien.

Dia melihat proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru hanyalah menguntungkan segelintir orang dan menyuburkan oligarki. Karena itu, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur sebagai bentuk tirani kekuasaan yang harus ditolak. Atas dasar itu, Dien memastikan bakal menguji UU IKN ke MK, kendatipun tidak secara tegas kapan waktunya bakal menggugat UU IKN ini.

“Segera kita gugat UU itu ke MK,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/1/2022). (Baca Juga: Pengesahan UU IKN Potensi ‘Digugat’ ke MK)

Guru Besar Ilmu Pemerintahan Prof Djohermansyah Djohan berpandangan UU IKN memang sangat potensial diuji di MK. Ada beberapa hal yang dapat menjadi dalil pengujian. Seperti konsep otorita yang tidak diatur atau bertentangan dengan Pasal 18A, 18B UUD Tahun 1945.  Menurutnya, bila sistem pemerintahan otorita yang dipilih harus sesuai dengan teori yakni tak boleh mengambil kebijakan dan membuat aturan sendiri yang berdampak terhadap masyarakat di wilayah tersebut.

Bila pemerintah daerah semestinya ada kewajiban memiliki kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Menurut Presiden Institute Otonomi Daerah (I-Otda) itu terdapat putusan MK yang mengacu pada UUD Tahun 1945, khususnya Pasal 18 UUD Tahun 1945 terkait dengan konsep pemerintahan daerah.

Tags:

Berita Terkait