Marak Kasus Korupsi BUMD, Ini Langkah Antisipasi yang Harus Dilakukan
Terbaru

Marak Kasus Korupsi BUMD, Ini Langkah Antisipasi yang Harus Dilakukan

Pembenahan BUMD harus dilakukan karena jika tata kelola BUMD tidak sehat, maka risiko mengalami kerugian juga semakin besar.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Marak Kasus Korupsi BUMD, Ini Langkah Antisipasi yang Harus Dilakukan
Hukumonline

Guna mencegah terjadinya korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penguatan fungsi dan pengawasan BUMD dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sehingga, BUMD dapat berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Bincang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) pada Kamis (8/9).

“Saya berharap dalam forum ini ada komitmen kepala daerah dan pihak terkait untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan BUMD. Momentum ini juga tepat dalam upaya pembenahan BUMD, untuk meningkatkan kontribusi BUMD bagi perekonomian daerah dan nasional, meningkatkan iklim investasi, dan mendukung program privatisasi yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Alexander Marwata.

Alex menjelaskan, pembenahan BUMD harus dilakukan karena jika tata kelola BUMD tidak sehat, maka risiko mengalami kerugian juga semakin besar. Meskipun kerugian itu tidak langsung disebabkan karena korupsi, namun hal itu menunjukan terdapat pengelolaan yang salah di BUMD. Yang akhirnya Pemda yang harus menutupi kerugian BUMD itu dari anggaran daerah. 

Baca Juga:

“Kondisi BUMD yang sakit, itu tercermin dari kasus korupsi yang ditangani KPK. Dari data penanganan KPK dari periode 2004 sampai Maret 2021, tercatat ada 93 dari 1140 Tersangka atau 8,12% merupakan jajaran BUMD. Ini tidak menutup kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi lain di BUMD,” ujar Alex.

Menurut Alex, di Indonesia sendiri ada 959 BUMD dengan total asset mencapai Rp854,9 triliun. Namun, dari jumlah tersebut terdapat 239 BUMD tidak memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI), 186 BUMD dengan posisi Dewas/Komisaris lebih banyak dari Direksi, 17 BUMD dengan kekayaan perusahaan lebih kecil dari kewajiban (ekuitas negatif). Kemudian ada 274 BUMD yang mengalami kerugian dan 291 BUMD yang sakit yaitu rugi dan ekuitas negatif.

“Terhadap persoalan-persoalan BUMD tadi, yang tidak jelas kontribusinya pada penerimaan dan perekonomian daerah, kami berpendapat, mengapa kita terus pertahankan. Mending BUMD-nya sedikit, tetapi sehat dan kuat secara keuangan, serta memberi kontribusi besar bagi penerimaan daerah,” ujar Ghufron. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait